Search This Blog

Monday, November 24, 2014

Suatu Senja di Barito Kuala

Gaungnya memang tak terlalu terdengar. Tidak pula dikenali banyak orang kalau tempat ini merupakan sebuah Kabupaten di Provinsi Kalimantan Selatan. Tidak ada ulasan menarik mengenai potensi wisata di daerah ini. Namun bagi pengusaha batu bara, atau mereka yang bergelut di dunia tambang, Barito Kuala menjadi salah satu tempat penting. Sebuah tempat yang strategis, dan dijadikan jalur transportasi emas hitam dari Borneo untuk disalurkan ke tempat-tempat lain di Indonesia. Atau bahkan ke mancanegara.

Tepian Sungai Barito
Mentari sudah condong ke barat saat saya menepi di sisi sungai Barito. Sungai terbesar di Indonesia, yang sering disebut Sungai Banjar Besar (groote rivier Bandjer). Hangat mentari sore itu mengundang saya untuk duduk sejenak di Desa Ulu Benteng. Tempat sungai Barito hendak mempertunjukkan kemilau emasnya.

Sejenak, saya hanya duduk diam, takzim memandang ke arah air yang kini menari, lalu meliuk-liuk mengikuti hembusan sang bayu. Tak luput dari perhatian, perahu-perahu kecil bersandar di pinggiran Sungai Barito. Langit cerah, dengan gumpalan kapas putih yang terserak menakjubkan. Menciptakan romansa warna-warni yang menentramkan sanubari. Burung pipit berkejaran, menjerit-jerit di bawah awan. Seolah mengabarkan pada setiap orang kalau sebentar lagi, senja akan tiba. 

Sampan dan Kapal Tongkang
Menyapa Barito Kuala
Waktu merambat, mengubah segalanya menjadi jingga.  Seketika itu Sirine panjang terdengar, lantas diikuti sebuah kapal tongkang yang melintas gagah. Membelah Groote Rivier Bandjer sejenak, lalu meninggalkan riak air hingga ke daratan. Senja pun menyapa syahdu. Mengantarkan mentari kembali ke peraduannya seiring dengan kumandang adzan maghrib. Di tengah itu, sirine pun kembali meraung. Namun kali ini yang lewat bukanlah kapal tongkang, melainkan kapal patroli hitam dengan kibaran identitas bangsa, Sang Merah Putih. Betapa gagahnya ia di tengah Barito. Memukau mata hingga ia menghilang dari pandangan. Menyisakan senyum manis yang tersungging di bibir, lantas berucap. Inilah Indonesia sebenarnya. Keindahannya tetap terasa, meskipun dalam segala keterbatasan. Melekat dalam ingatan, meskipun dengan segala kesederhanaan.