Sabtu, 15 Agustus 2015
“Mau kemana kita hari ini?”
Tanya Graf pagi itu.
“Tamansari!”
Jawab kami serentak.
Maka pada jam 09.00 WIB, Saya,
Dian, Grafitte dan Husni memulai hari dengan berkendara motor menuju Stadion
Mandala Krida. Grafitti, Sahabat baru yang memberikan kami tumpangan untuk
menginap di malam sebelumnya, pagi ini menjadi guide kami. Gadis berperawakan
tinggi langsing dan mengenakan jilbab itu terampil sekali mengendarai motor dan
meliuk-liuk di jalanan Yogyakarta. Hingga akhirnya, tak sampai lima belas menit
kemudian, kami berempat sudah duduk di Warung Tenda yang berjajar di depan
Stadion Mandala Krida. Banyak pilihan makanan di tempat ini, namun kami memilih
menu Soto Banjar dan Lontong Sayur.
Satu porsinya dibanderol tak
lebih dari Rp. 13.000, dengan harga minuman yang berkisar antara dua hingga
lima ribu rupiah saja. Ditemani dengan semangkuk Soto Banjar yang meskipun
rasanya terlalu asin, tapi masih bisa termaafkan. Apalagi kalau bukan karena
suasana Jogja yang enak dinikmati dan melenakan?
Perjalanan kami lanjutkan ke
Tamansari Water Castle yang terletak di kawasan Keraton Yogyakarta Hadiningrat.
Dengan dipandu oleh Graf, jam sepuluh kami sudah memasuki Gapura Taman Kraton
Ngayogyakarta. Kami membayar parkir sebesar Rp. 3000/motor, dan tiket masuk 5
ribu rupiah/orang. Dengan tiket tersebut, kami sudah dapat menikmati Tamansari
Watercastle yang juga tersambung dengan masjid bawah tanah.
|
Gerbang Utama Tamansari Water Castle |
Kesan pertama lihat Tamansari,
nuansa Jawa dengan kegagahan bangunan Eropa berpadu dengan manisnya. Kita bisa
melihat dinding tebal nan kokoh sekaligus ukiran Jawa yang rumit. Setelah
ketemu dinding raksasa, begitu masuk kami disuguhi pemandangan pot raksasa.
Barulah setelah pintu ketiga, kami bisa melihat keindahan tempat pemandian
Tamansari. Orang sekarang menyebutnya sebagai, Tamansari Water Castle. Cerita
lengkapnya bisa lihat tulisan saya di WEB www.inindonesiaku.com yaa...:D
Bisa dibaca judul artikelnya : Tamansari Water Castle dan Sebuah Cerita dari Sang Abdi Dalem
|
Lorong Pintu Masuk Tamansari Water Castle |
Langsung deh pengen foto-foto
disitu. Setiap orang punya kesempatan narsis, dan selfie. Pas kami pengen
welfie, tapi nggak ada tripod dan kelupaan bawa tongsis, eeh...ada turis
mancanegara baik hati banget motretin kami berempat. Kayaknya si mbak bule
sudah lama jalan-jalan di Jogja. Kulitnya sudah memerah karena terbakar, dan
sikapnya pun mulai ketularan orang Jogja yang pengertian. Hehehe...
|
Tempat Pemandian Selir Raja Yogyakarta |
Kompleks Tamansari ini terhubung
dengan Masjid Sumur Gumuling, atau orang menyebutnya sebagai Masjid Bawah
Tanah. Kita harus melewati sebuah perkampungan yang tertata rapi dulu sebelum
mencapai tempat tersebut. Perkampungan ini bernama Kampung Cyber. Karena
melihat ada dinding yang dipenuhi grafitti menarik (yang ini grafitti gambar
ya...bukan Mbak Graffitte), kami pun foto-foto. Gantian setiap orang.
|
Di Sekitar Tamansari |
Habis foto-foto, baru deh
bingung. “Arah kita kemana, ya?”
Melihat ada dua mbak-mbak
berkerudung yang sedang berjalan menyusuri jalan kampung, kami pun mengikuti
mereka. Kami kira mereka tahu jalan, ternyata mereka juga lagi nanya ke
penduduk. Sama-sama nyasar dong....
Tapi kami nyasar nggak lama-lama
kok. Malah ketemu sama kakek berusia kurang lebih 80 tahun, dan beliau
memperkenalkan dirinya. Ngawe-awe kami, nanya kami darimana, dan mau kemana.
Kami jawab Mau ke Masjid Bawah Tanah. Kami jelaskan juga kalau kami berempat
berasal dari daerah yang berbeda, tapi keempatnya masih mahasiswa. Makanya
kakek tersebut tertarik ngobrol sama kami. Uniknya, beliau hanya mau
menerangkan pakai bahasa Inggris atau bahasa Belanda.
Tanpa kami duga, kami berempat
malah diajak ke rumah kakek tersebut. Dari situ barulah kami tahu kalau beliau
adalah seorang abdi dalem, yang ditugaskan Sri Sultan Hamengkubuwono X untuk
memandu para wisatawan dan menerangkan sejarah serta budaya Kraton Yogyakarta.
|
Bersama Kakek Soedarmadji |
Dari cerita Kakek Soedarmadji
juga kami mengetahui bahwa tidak sembarang orang bisa menginap atau bermalam di
kawasan Tamansari. Warganegara asing bahkan dilarang keras menginap di kawasan Tamansari
Water Castle. Hal tersebut karena, tempat ini merupakan tempat pemandian para
selir Raja Yogyakarta. Sehingga keberadaan warga asing dikhawatirkan dapat
mengganggu ketenangan atau bahkan menimbulkan fitnah yang dapat menimpa para
selir tersebut. Kan nggak lucu juga kalo Rajanya diduain karena selirnya
terkesima sama Mister Mister.
Oleh Kakek Soedarmadji, kami ditunjukkan sticker yang
berisi larangan keras warga asing menginap di kawasan Tamansari. Sticker
tersebut masih tertempel dengan rapi di pintu rumah beliau. Namun saat ini, kita warganegara Indonesia boleh kok menginap di kawasan Tamansari. Menurut Sang Abdi Dalem, banyak mahasiswa yang sedang melakukan penelitian tentang budaya maupun pariwisata Tamansari Water Castle, tinggal atau ngekost di kawasan ini. Asalkan alasan dan keperluannya jelas, warga Tamansari terbuka buat pendatang.
Dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung. Kita harus menghormati adat dan budaya setempat.Sang Abdi dalem memberikan pencerahan pada kami, membuat kami jadi tambah cinta sama Indonesia.
Perjalanan selanjutnya adalah Masjid Sumur Gumuling yang akan saya tulis di postingan berikutnya.