Search This Blog

Sunday, June 28, 2015

Karena Jogja Selalu Punya Cerita - Part 2

Keraton Ratu Boko





Cerita sebelumnya, baca disini

Setelah ISHOMA, kami lanjut perjalanan ke Candi Ratu Boko. Candi ini ditempuh kurang lebih 2 jam perjalanan dari Magelang. 

Mau motret candinya, tapi apalah daya, pasangan ini udah mejeng di depan duluan
Sesampainya disana, langsung foto-foto sambil menikmati pemandangan indah dari ketinggian. Kami juga lihat banyak situs-situs yang baru ditemukan dan sedang digali. Jadi sebenernya, kondisi kompleks candi sore itu agak berantakan. Beda banget dengan keadaan terakhir kali saya ke Candi Ratu Boko.

Jepretan Mbak Deasy
Kami nunggu sunset disitu sambil foto dengan aneka gaya. Mbak Deasy pun atraktif banget dengan gaya “ngadapang” nya. Gara-gara gaya ini, ternyata ada anggota sahabat IDC yang ngenalin. Meilya dari Bangka. Nggak nyangka kan ketemu disini? Biasanya cuma rumpi-rumpi via whasapp aja. Ngenalinnya juga bukan karena wajah, melainkan karena gaya ngadapang alias tengkurep di rerumputan khas mba Deas (Biasanya kalo habis pose begini dia langsung garuk-garuk kegatelan. Tangannya juga bentol-bentol, mungkin digigitin binatang yang protes karena dia tindihin :D)

Meilya (Tengah)





Ketika matahari mulai tenggelam, kami pun segera keluar dari kawasan candi. Mau ditutup soalnya. Pose-pose dulu, sampai akhirnya kami yang terakhir keluar dari Candi Boko. 

Lanjut lagi petualangan di Malioboro. Sambil jalan pulang ke Jalan Dagen, kami makan malam. Gelap-gelapan di angkringan untuk makan bakso. 

Jogja ini memang unik ya. Tempat makannya cuma bermodalkan lentera. Itupun dari jarak jauh lenteranya, jadi tetap saja gelap gulita. Sendok sama garpu aja bisa ketuker karena nggak keliatan :D

Jam 21.00 kami semua sudah di penginapan. Istirahat untuk lanjut petualangan esok hari.

Bersambung...


Karena Jogja selalu punya cerita

Gara-gara kondangan Februari lalu, tercetuslah trip dadakan ini. Tadinya kami mau ngadem di Baturraden, Purwokerto. Sebelum nantinya akan lanjut perjalanan ke Pekalongan menghadiri pernikahan Bagus. Setelah nelpon sana-sini ngecek penginapan di Baturraden juga transportasi di Purwokerto, hasil analsisis SWOT bikinan saya Purwokerto berada di Kuadran 3. Dimana Weaknessnya nya lebih gede daripada Opportunity nya. Sehingga strateginya harus diubah. Kenapa?

Tanpa saya duga, harga sewa mobil di Purwokerto ternyata mahal banget. Jauh jika dibandingkan sama harga sewa di Jakarta, Bandung, apalagi Yogyakarta. Bahkan harganya mendekati kata “nggak masuk sama akal saya yang seneng backpackeran.” Padahal I know Purwokerto so well ya...kemana-mana deket gitu loh...Terus kalau dikelilingin, Kota Purwokerto nggak nyampe 3 jam selesai kok. 

Pertimbangan lain adalah, Bandung - Purwokerto itu harus pake bus atau travel. Nggak bisa pakai kereta. Karena Kereta Api dari Bandung (Jalur selatan) cuma berhenti di stasiun Kroya, which is about 1,5 - 2 hours to reach Purwokerto. So far kan?

Akhirnya, saya tebarkan racun warna-warni semanis madu ke genggong Bandoengers. “Ayo kita ke Jogja aja!” dan jawaban mereka pun langsung “IYESS!!!”

Mulailah pesen tiket. Kami berniat naik kereta ekonomi Pasundan (ini asli ekonomi ya, berangkatnya dari Stasiun Kiaracondong Bandung). Karena terhitungnya hari itu lagi IMLEK, maka harga tiket pun lumayan. Kiaracondong – Lempuyangan per orangnya kena Rp. 120 ribu. Nggak apa-apa lah ya, yang penting Jogja :D 

Meskipun konsekuensinya kata Teh Ade adalah : Naik Kereta Ekonomi ini, jangankan bobo cantik, bobo jelekpun susah....

Teh Ade (Kiri), Mbak Deasy (Kanan)
Kondisi kereta api juga penuh, baru agak lowong ketika kami sampai di Stasiun Lempuyangan Yogyakarta.
Tapi tetep happy kok karena perginya bareng sahabat-sahabat tercinta. Bisa ngerumpi sambil melepas kangen (perlu diketahui, meskipun tempat kerja kami deketan, mau ketemuan tuh susahnya minta ampun karena kesibukan masing-masing). 

Stasiun Kiaracondong tempat kami meet-up sudah sangat ramai malam itu. Meskipun agak lebih kecil jika dibandingkan dengan Stasiun Bandung, tapi stasiun ini tetap bersih. Penumpang antri dengan tertib. Kereta Pasundan pun datang dan pergi tepat waktu. 

Sedikit insiden terjadi karena teh Ade salah masuk gerbang. Tapi akhirnya kami semua bisa duduk di kereta tepat waktu. Di kereta itu ada penumpang lucu-lucu yang bangga banget deh nyebut dirinya bencong. Tingkah mereka lumayan buat hiburan akibat terserang syndrome #BoboJelekAjaSusah. Apalagi moment disaat tengah malam, salah satu dari mereka kejatuhan tasnya sendiri pas kereta melewati tikungan. Di tengah keheningan tiba-tiba kedengaran bunyi “Aaaaaaaaaww...” yang lebai banget sehingga membuat kami terpingkal-pingkal.

Buat saya dan teman-teman, ini pertama kalinya kami mendarat di Stasiun Lempuyangan Yogyakarta. Stasiun khusus untuk persinggahan kereta ekonomi yang melintasi jalur Yogyakarta. Shubuh itu, suasana yang tenang menyambut kami bersahabat. Menarik kami ke dalam kenangan dan makna yang dalam tentang sebuah rasa rindu. Kumandang adzan mengiringi langkah kami ke mushalla untuk bersimpuh, hingga akhirnya perlahan langit yang hitam kelam berubah menjadi jingga. Menerangi bumi Yogyakarta dengan sinar hangatnya. #mulai puitis ala-ala Kla Project.

Stasiun Kereta Api Lempuyangan, Yogyakarta
Damainya hati, sudah nyampe Jogja. Meskipun belum dapet penginapan. Hehehe...

Dari Stasiun Lempuyangan, kami nyewa mobil ke Malioboro dengan Tarif Rp. 30.000. Tarif tersebut dibagi 5, jadi jatuhnya per orang adalah 6000an. Kami nurutin Mas Yudi yang lagi pengen nostalgia makan pecel yang pagi-pagi suka mangkal di depan Malioboro Mall. Hanya butuh sekitar 10 menit, kami berhenti persis di depan pedagang pecel tersebut. Kami langsung pesan pecel, tapi kasihannya, teh Iva langsung melotot. “Mas Yudi nggak boleh makan pecel. Asem urat!” hahaha...jadi deh yang kepengen berat justru memilih makan nasi rames aja, sambil ngeliatin kami makan pecel dengan nikmat.

Makan Pecel di depan Malioboro Mall
Per orang, kami menghabiskan Rp. 13 ribu rupiah (nasi pecel + telur + teh manis hangat). 

Hal-hal sederhana kayak gini nih yang selalu bikin saya kangen sama Jogja. Bebas makan enak dan murah di pinggir jalan, menikmati suasana pagi Malioboro yang minim polusi (jika dibandingkan dengan pasar simpang dago ya), dan orang-orang yang berlalu lalang dengan santai. Nggak dikejar target kayak di kota tempat kami tinggal. Di Yogya, orang bebas hidup apa adanya dengan mengikuti alur, alon-alon asal kelakon. Ngangenin banget deh. 

Perjalanan dilanjutkan ke Jalan Dagen. Kami memutuskan untuk go show aja nyari penginapan. Beberapa penginapan yang kami singgahi ternyata penuh. 

Tapi kami nggak putus asa. Jalan saja terus menyusuri Jalan Dagen, sampai akhirnya ketemu bapak-bapak yang menawarkan ke kami, “mau nginep di rumah penduduk nggak? Biasa disewakan kalau peak season begini.” Tanpa banyak bicara, kami pun mengikuti bapak tersebut. Tapi ternyata jaringan kamar yang dikoordinir si bapak ini penuh semua. Jadi bapak tersebut ngoper kami ke Mas Agung, hingga akhirnya kami dapat penginapan di rumah ibu..siapa ya namanya...lupa :D rumahnya masuk gang sih, tapi cukup bersih dan kondisi kamarnya juga bersih. 

Ada 3 kamar yang disewakan. Satu kamar muat buat bertiga. Saya, Mbak Deasy dan Teh Ade gabung jadi satu kamar, teh Iva dan Mas Yudi satu kamar, dan satu kamar lagi buat Bhekti dan kawan-kawan yang masih dalam perjalanan dari Bandung menuju Jogja. Per kamarnya dibanderol Rp. 120 ribu. Bebas mau berapa orang yang masuk, asal dengan mahromnya. Untuk setiap penambahan orang dalam satu kamar, nggak ada tambahan biaya lagi. Fasilitas kamarnya cuma ada kipas angin sama kasur. Sederhana, tapi bersih.
Kamar mandinya ada 2, juga dalam kondisi bersih. Airnya juga bersih. Terus Mas Agung (yang nganterin kami ke penginapan) nawarin sewa mobil. Tadinya kami sudah disewakan mobil lewat Bagus dengan harga 450 ribu perhari, belum sama bahan bakar. Tapi karena kami nginepnya di penginapan jaringan Mas Agung (jaringan boo...) maka kami ditawari sewa mobil seharian 300ribu saja, sudah sama bensin dan supir. Asik kan? Murah-meriah. Langsung iyess deh. 

Candi Borobudur

Kami istirahat sebentar, ngopi-ngopi sambil gantian mandi. Hari pertama ini tujuan kami adalah Candi Borobudur di Magelang sono. Jam 09.00 teng, kami mulai perjalanan ke Magelang. Sampai di pelataran Candi Borobudur jam 10.30. Jajan-jajan topi dulu sebelum masuk gerbang (Mba Deas doang denk yang jajan topi. Kami-kami tugasnya ngomporin nyuruh beli)

Oh iya, tips ke Candi Borobudur : jangan lupa bawa payung sendiri dan kacamata hitam ya, karena kondisi Candi Borobudur tuh panasnya minta ampun. Pantulan matahari ke bebatuan candi itu loh, yang bikin panasnya spesial banget. Cukup mengoyak kulit kamu meskipun udah nempelin sunblock dengan SPF 30.

Shuttle Train (Baca : Odong-odong)
Harga tiket masuk untuk wisatawan lokal Rp 30 ribu/orang, anak-anak Rp 12.500/anak, wisatawan asing $ 20/orang. Terus kami juga memutuskan untuk naik odong-odong yang nganter sampai ke pintu gerbang candi. Bayar lagi Rp. 7500/orang, sudah dikasih air minum cap Candi Borobudur ukuran 130ml.

Candi Borobudur
Stupa Cantik yang menghadap ke Gunung Sindoro Sumbing 
Teh Ade, Saya, Mbak Deasy, Teh Iva, Mas Yudi
And this is it...Candi Borobudur! The biggest Buddha Temple in Indonesia (or in Asia?).  A long time ago, this temple is one of 7 world wonders. Sekarang sudah nggak lagi. Tapi buat saya, tempat ini masih ajaib kok. Masih keren, masih menyimpan pesonanya sendiri. Apalagi kalau kita perhatikan pahatan-pahatan pada setiap dindingnya. Penuh makna juga punya cerita yang saling berkaitan dan bersambung antara dinding yang satu dengan dinding lainnya. Bayangkan, jaman dulu manusia sudah sedemikian hebatnya memahat. Pahatannya begitu detil dan rapi. Tanpa mesin pastinya. Itu berarti, di masa lalu peradaban manusia sudah sangat tinggi.

Berpose dengan mengandalkan tripod
Hari sudah semakin panas, kami juga sudah selesai mengelilingi arca-arca di Candi Borobudur. Saatnya menunaikan ibadah shalat dzuhur dan ibadah ngisi perut. Kalau tadi berangkatnya ada odong-odong yang mengantar, sekarang kami harus kembali ke gerbang keluar dengan berjalan kaki. 

Cuaca luar biasa panas siang itu. Hingga akhirnya kami pun harus ngadem dulu di museum Candi Borobudur. Ngumpulin tenaga, baru deh lanjut lagi ke tempat mobil diparkir. 

Begitu masuk mobil, Mas Ragil (Supir kami) nganter kami ke Jejamuran. Sebuah tempat makan unik yang semua menunya terbuat dari aneka jamur. Disitu juga ada tempat penangkaran jamurnya. Restaurant ini penuh, dengan harga makanan yang sangat terjangkau. Sekitar Rp 7000 sampai belasan ribu saja. Sudah termasuk pajak. Disitu juga disediakan mushalla yang cukup besar dengan tempat wudhu yang bersih. Sampai-sampai bikin mbak Deasy terlena hingga kaos kakinya ketinggalan di mushalla.

Makanan di Jejamuran
Untuk rasa, makanan yang disajikan disini enak-enak semuanya, apalagi Tomyam jamurnya. Enak banget. Cuma untuk ukuran porsi, kecil-kecil. Jadi buat kamu yang hobby makan, kayaknya pesennya minimal 2 porsi deh setiap menunya. 

Untungnya, harga yang ditawarkan disini sangat ramah di kantong. Terus supir juga dapet ruang makan dan jatah makan khusus. Tadinya kami sempet bingung nyariin mas Ragil yang tiba-tiba ngilang. Ternyata dia langsung gabung sama temen-temennya.

Bersambung (Keraton Ratu Boko)

Thursday, June 25, 2015

Bernostalgia di Floating Market Lembang




Bukan tempatnya yang bikin saya bernostalgia. Tapi bersama siapa saya kesana. Sahabat saya jaman sekolah di AN Polban dulu, Fajarwati dan Lola yang ngajak jalan-jalan cantik ke tempat ini. Ternyata dalam perjalanan kami menuju Lembang, Dewi, sahabat saya semasa kuliah S1 di FE Unpas juga ikutan gabung. Kebetulan Dewi orang lokal (Baca: Warga Lembang), jadi deh kita berkelana. 

Floating Market Lembang ini letaknya tak jauh dari Grand Hotel Lembang. Tapi karena jalannya satu arah, kita harus memutar melewati Pasar Lembang terlebih dahulu sebelum mencapai Floating Market. Hari itu Minggu, 31 Mei 2015, suasana Floating Market rame banget. Parkiran penuh (bener keputusan Lola untuk naruh kendaraan di Gegerkalong). Kami bayar tiket di loket Rp 15 ribu/orang. Tiket tersebut bisa ditukar welcome drink saat kita masuk venue.

Situ Umar, Floating Market Lembang
Ini pertama kalinya saya ke Floating Market (yang deket malah males ya...:D). Biasanya cuma lewat saja. Untuk pemandangan biasa saja sebenarnya, daya tariknya adalah pasar jajanan yang mengapung di atas danau. Venuenya juga tidak terlalu luas, jadi cocok buat yang bawa anak kecil. Nggak terlalu capek mengelilinginya. 
3 sahabat lama
Saya, Dewi, Fajar, dan Awa
Menurut Dewi yang orang Lembang, danau di Floating Market ini adalah danau asli, bukan danau buatan. Dulu namanya Situ Umar. Situ adalah nama lain dari Danau. Areal ini ditata secara artifisial dengan mengelilingi Situ Umar, sehingga letaknya seperti di lembah. Tujuan utama wisatawan yang kesini sebenernya untuk : Makan. 
Kondisi Floating Market Lembang

Penjual Tutut
Jajanan sederhana khas Bandung dijajakan di setiap perahu juga kafe-kafe di sekeliling danau. Untuk membelinya, kita diharuskan menukarkan uang dengan koin khusus yang disediakan pihak manajemen Floating Market. Uang tersebut bernilai Rp 5000 hingga Rp 50.000. Setiap penukaran yang sudah kita lakukan, jika masih ada lebih tidak bisa kita kembalikan ke loket. Maka dari itu, sebaiknya anda perhitungkan apa yang akan anda beli terlebih dahulu, sebelum menukarkan uang anda ke loket penukaran uang.

Harga makanan di floating market berkisar antara Rp 5.000 hingga Rp 25.000. Tergantung jumlah pembelian anda.  
memandang ikan Koi
Buat anda yang ingin santai juga bisa memilih duduk-duduk di tepian danau sambil menikmati sejuknya udara Lembang. Mangga dicobian ngalangkung ka Floating Market Lembang. Recommended!

Setelahnya, kami jalan-jalan lagi ke toko Snack. Beli cemilan. Tak jauh dari Floating Market (ke arah pasar Lembang), ada toko yang menjual snack khas Bandung dan harganya juga super murah. Anda bisa mampir ke tempat ini untuk membeli oleh-oleh buat keluarga dan handai taulan.


Awa yang memborong jajanan


 
Ini penampakan tokonya

Kami jajan lumayan banyak, tapi masing-masing hanya menghabiskan kurang lebih 30ribu rupiah untuk banyak item snack. Rasanya juga lumayan oke kok. Jadi...Recommended!

Sampurasun!

Review Tempat Wisata Seputaran Lembang - CIC, Pasar Buah, dan Taman Bunga Begonia



Kalau ngomongin Bandung, memang nggak ada habisnya. Selain kota kreatif, Bandung juga punya tempat-tempat yang kece buat didatengin. Baik itu sama keluarga, atau sama teman-teman. Anyway, kali ini saya mau berbagi info tentang jalan-jalan di Bandung, khususnya sekitar Lembang, Kabupaten Bandung Barat.
Nggak usah takut mahal, karena wisata alam ini selain ramah lingkungan, juga ramah sama kantong.


Round 1 - Outbond dan Botram di Ciwangun Indah Camp (CIC)
Ciwangun Indah Camp merupakan tempat outbond sekaligus berfungsi sebagai tempat hiking dan bumi perkemahan. Lokasinya berada di Parongpong, bersebelahan dengan Dusun Bambu. Saya dan teman-teman sekelas pernah nyoba hiking dan outbond disini. Lumayan lah, kabur sebentar dari tugas-tugas kuliah dan aneka macam jurnal yang harus direview setiap harinya.

Untuk sampai disini, dari Kota Bandung anda bisa ikuti jalur ke arah Jalan Setiabudhi. Setelah Universitas Pendidikan Indonesia, belok kiri ke Jl. Sersan Badjuri (Seberangnya terminal Ledeng). Susuri terus Jl. Sersan Badjuri sampai anda menemukan pertigaan (setelah Kampung Gajah). Ambil arah menuju Universitas Advent. Setelah itu ikuti jalan, CIC berada di sebelah kanan jalan. 

Jalur menuju CIC termasuk agak ekstrem. Jadi harap berhati-hati. Tanjakan dan tikungan tajam dengan jalan aspal berbatu jadi tantangan tersendiri bagi anda yang ingin mengunjungi tempat ini.

Berpose - MIM Class 2014

Sampai di tempat parkir CIC, pemandangan hutan yang masih alami dan udara segar menyambut kami. Meskipun sudah dibuat jalur untuk kendaraan roda empat, namun di kanan kiri masih berupa perbukitan yang asri. Lokasi outbond sendiri berada di sebelah kiri tempat parkir. Dilengkapi dengan saung-saung yang bisa kita gunakan buat makan bersama (bawa makanan dari rumah), toilet umum yang bersih, dan juga restaurant. 
Meniti Kayu
Flying Fox
Biaya outbond per orangnya dikenakan Rp 80.000/orang untuk 3 permainan (meniti kayu,  meniti bambu, dan flying fox). Nggak puas memang, sebentar banget udah kelar. Kurang seru dan kurang menantang sih kalau menurut saya. Yang bikin seru tuh kumpul-kumpulnya, balapan meniti kayu sambil ngeledek yang takut ketinggian (jahat ya hehehe...).

Selesai outbond kami foto-foto, terus botram (makan bareng-bareng). Untuk botram ini kami semua bawa dari rumah masing-masing, dengan sebelumnya bagi tugas. Ada yang bawa lauk, bawa sambel, bawa kerupuk, bawa buah, dan yang paling apes yang rumahnya deket lokasi. Dia suruh bawa segala macem mulai dari bawa nasi, lalapan, air putih, dan lain sebagainya.

Tapi kami semua happy kok. Indahnya kebersamaan dalam kesederhanaan. Makan di tengah hutan sambil bercengkrama, sebelum sibuk dengan thesis masing-masing.

Habis makan, pulang?

Itu peribahasa lama.

Sayang dongg...mumpung di Bandung harus puas-puasin jalan-jalan. *lah emangnya biasanya dimana? Orang sehari-hari juga ngumpul di Cimandiri dan Dipati Ukur kok :D


Round 2 – Pasar Buah Lembang

Kondisi Pasar Buah Lembang

Kesini bukan karena mau berwisata, melainkan memenuhi permintaan teman-teman yang lagi kepengen makan buah-buahan segar, terutama alpukat dengan kualitas super tapi dibanderol dengan harga miring. 

Pasar buah ini terletak di Jalan Raya Lembang. Kalau dari arah Bandung, setelah posko Tahu Lembang anda jalan terus. Pasar buah terletak di sebelah kiri jalan sebelum tikungan menuju Masjid Agung Lembang. Kalau tanya orang setempat, tanya saja dimana letak Pasar Lama. Pasti anda ditunjukkan ke tempat ini. 

Di depan pasar buah banyak orang yang menjajakan ketan bakar khas Lembang, tahu, batagor, baso tahu, jagung bakar, roti bakar, dan cemilan lainnya. Jadi buat anda yang malas ke pasar, bisa nunggu di depan sambil jajan. Tapi ingat, jangan buang sampah sembarangan ya seperti yang orang Jakarta suka lakukan di Bandung. *Ups sorry, sengaja nyebut nama merek KOTA. 

Pasar buah dan sayur ini nggak kayak pasar tradisional pada umumnya kok. Tempatnya tertata bagus dan bersih, dengan harga terjangkau. Senengnya, anda nggak bakal dibohongi soal harga di tempat ini. Juga nggak akan nemu perbedaan harga yang signifikan antara kios yang satu dengan kios lainnya, karena para penjualnya sudah melakukan strategi aliansi #halah.

Pedagang Alpukat
Meskipun sebutannya pasar tradisional, barang-barangnya kualitas ekspor semua. Anda mau cari sayuran segar, ada. Cari sayuran seperti paprika, brokoli, wortel, kol ungu, pumpkin, labu, ada. Semua dengan kualitas super dan terjamin tentunya. Asli dari petani Lembang. 

Nah, sesuai rencana, teman-teman saya memilih alpukat mentega kualitas super. Disini kita juga bebas loh kalau mau mencoba. Para penjualnya ramah-ramah dan percaya diri banget ngasih tester ke kita (karena produknya bagus). Alpukat ini dibanderol sekitar Rp 17 ribu per kg. Rasanya? memang beda dengan alpukat yang biasa dibeli di supermarket. Benar-benar fresh, dan renyah. Enak banget deh rasanya.

Jeruk Galiprut, Sunkist of Indonesia
Kalau saya lebih tertarik sama jeruk Galiprut. Jeruk sunkistnya Indonesia yang berfungsi buat pengobatan herbal. Harganya super murah. Hanya Rp 10 ribu/ 1,5kg untuk jeruk yang besar-besar, dan Rp 7.500 untuk yang ukurannya lebih kecil. Rasanya sama, sama-sama menyegarkan dan nggak terlalu asam. Cocok banget untuk dibuat es jeruk. Saya beli Rp 25 ribu dapet 4 kg jeruk. Dikasih bonus sama ibu penjualnya yang happy karena banyak temen saya yang beli juga :D


Round 3 – Ngerumpi cantik di Taman Bunga Begonia

Dari pasar buah Lembang, lanjut perjalanan ke Taman Bunga Begonia. Cuaca cerah dan sangat mendukung seolah memberkati langkah kami untuk tadabur alam #Berat amat bahasanya yak :D

Hanya butuh waktu sekitar 5 menit dari Pasar Buah ke Taman Bunga Begonia di Maribaya. Tapi kami mampir dulu di KPSBU (Koperasi Peternak Susu Bandung Utara) untuk jajan susu murni, susu aneka rasa, dan es lilin youghurt yang menyegarkan. Sekitar 2 menit perjalanan naik motor dari Pasar buah Lembang. Susu aneka rasa dibanderol Rp 6000 per botol, susu murni Rp 4500/ liter, dan youghurt aneka rasa Rp 13 ribu, untuk isi 25 buah. Murah kan? Asli buatan dalam negeri, dan terjamin higienitasnya.

Karena weekend, suasana Taman Bunga Begonia lumayan ramai. Dan...ternyata harga tiketnya beda. Jadi Rp 10 ribu kalau hari Sabtu. Pada weekday hanya Rp 5.000. Bedanya, kalau hari Sabtu, tiket segitu sudah dapat es lilin gratis. Enak lagi. Kalau weekday nggak dapet.


 

Taman Begonia ini nggak terlalu besar, tapi nggak kecil juga sih. Lumayan buat jalan-jalan dan nyari spot yang bagus buat foto-foto. Seperti yang telah saya ulas sebelumnya di sini.... Taman Bunga Begonia mengenakan charge Rp 50ribu buat kamu yang bawa kamera, baik itu pocket kamera atau jenis kamera lain. Tapi buat kamera handphone atau tablet, nggak dikenai charge lagi.

Apa yang kami lakukan di Taman Bunga Begonia? 


Nongkrong sambil bercengkrama tentunya. Ketawa-ketiwi sepuas hati, yang nggak bisa kami lakukan kalau kami di kampus akibat Jaim ke dosen :D

Pulangnya, kami bagi-bagi makanan lagi. Ransum yang tadi kami bawa masih nyisa banyak banget. terus untuk jalan pulang, kami memilih lewat Dago. Menikmati rute ekstrem sambil melihat perkebunan sayur yang indah di sebelah kanan dan kiri jalan. 

Total biaya jalan-jalan seputaran Lembang : Rp. 110.000/person. Sudah termasuk makan dan semua biaya tiket masuk. Tapi belum termasuk oleh-oleh ya.

So, tunggu apalagi buat jalan-jalan keliling Lembang? Nikmati alamnya, nikmati kesejukannya, nikmati kelezatan makanannya, bawa pulang oleh-olehnya, dan jaga kebersihannya.

Sampurasun!