Rangkaian Solo Traveling ke Belitong.
Sarapan pagi sudah diantarkan jam
5.30. Seperti hari sebelumnya, saya pun menikmati sarapan saya di kamar sambil
mendengarkan live concert Burung Walet. Mereka tak bosannya mendendangkan
nyanyian pagi, menandakan aktifitas segera dimulai seiring dengan terbitnya
matahari.
Secarik kertas sudah saya
corat-coret sejak kemarin malam. Seluruhnya berisi rangkaian rencana petualangan
saya hari ini. Saya hendak nonton Festival Laskar Pelangi. Hanya saja,
informasi yang saya dapatkan sungguh tidak jelas. Tidak ada di web kapan dan
dimana tempat dilangsungkan acara tersebut. Bahkan ketika saya cek di website
dinas pariwisata pun sama sekali tidak ada informasinya. Biasanya, kalau ada
event besar seperti itu, minimal ada plang atau billboard yang memasang
iklannya. Namun untuk Festival Laskar Pelangi, tidak ada informasi yang jelas
meskipun saya sudah bertanya ke guide saya, ke pihak hotel, ke orang setempat,
dan juga ke Museum Kata Andrea Hirata. Malah mereka baru tahu ketika saya
sampaikan saya hendak nonton festival.
Anyway...waktu terus berjalan,
sehingga saya pun akan mencoba menyusuri pantai-pantai di sekitaran Tanjung
Pandan. Karena jaraknya lumayan dekat, saya pun membatalkan sewa mobil saya
hari itu. sebagai gantinya, saya diantarkan oleh Pak Hasmin, Ojek yang
mengantarkan saya jalan-jalan ke Tanjung Pendam di hari pertama ke Belitong.
Saya janjian dengan Pak Hasmin
jam 08.00. Sehingga saya masih punya waktu kurang lebih satu setengah jam untuk
jalan-jalan di sekitaran pasar Tanjung Pandan. Sekitar jam 6.30 saya keluar
penginapan. Saya memotret beberapa gedung yang unik, yang mungkin megah di
jamannya.
Rumah Tua di depan Penginapan Surya |
Kondisi Pasar Tanjung Pandan |
Areal sekitar Pelabuhan Tanjung Pandan |
Pasar Tanjung Pandan sendiri sudah lumayan ramai pagi itu. Kesibukan
orang membuka toko menjadi pemandangan yang membuat saya tersenyum. Lihatlah,
banyak orang yang mengeluh segalanya mahal, kondisi ekonomi tidak stabil,
dollar membubung tinggi, dan lain sebagainya. Tapi saya melihat masyarakat
disini tetap tersenyum. Perdagangan tradisional tetap berjalan sebagaimana
biasa. Ketika saya tanya seorang bapak apakah mereka merasakan dampak dollar naik,
merekapun menjawab,
“Dollar naik? Oh iya. Katanya naik
ya? Tapi kami disini biasa saja, karena kami belanja pakai rupiah.”
Nah loh....simpel kan jawabannya?
Kalau nggak mau dipusingkan dollar naik, belanjalah pakai rupiah. dan juga
kalau mau ekonomi kita terus berputar, belanjalah di pasar tradisional.
Pelabuhan Tanjung Pandan |
Langkah kaki saya membawa saya ke
Pelabuhan Tanjung Pandan, yang terletak tak jauh dari pasar. Berbeda dengan
pasar yang ramai, pelabuhan ini cenderung sepi. Kata masyarakat setempat,
pelabuhan ini akan ramai kalau ada kapal berlabuh dari pulau Bangka, atau kapal
barang yang bongkar muat. Selebihnya, pelabuhan ini ya seperti pagi itu. Sepi.
Berbekal informasi yang diberikan
Pak Hasmin di hari pertama, saya pun hendak mencoba Mie Ayam Gang Kim Ting yang
katanya enak itu. Sudah buka sejak pagi, dan ramai. Kata Pak Hasmin, meskipun
kita makan Mie ayam tersebut pagi-pagi, tapi tidak akan sakit perut. Karena mienya
dibuat sendiri dengan bahan baku yang fresh, bumbu yang diracik baik, juga
kebersihannya yang terjaga.
Saya memesan satu porsi mie dan
segelas kopi Belitong. Pagi tak lengkap tanpa kopi yang belakangan jadi vavorit
saya ini. Saat saya mendengar penjualnya bicara, saya jadi tersenyum sendiri.
Jauh-jauh saya ke Belitung, yang jual mie ayam orang Jawa juga.
Tak sampai lima menit, pesanan
saya pun datang.
Mie Ayam Vs Kopi Belitong |
Review :
Mie ayamnya memang enak banget.
Mienya lembut, kenyal, dan fresh. Bumbunya meresap sempurna di lidah, tapi
terasa alami. Tidak kebanyakan vetsin seperti yang sering saya temukan di
penjual mie ayam di Bandung. Rasanya Juara!
Kopinya juga enak sekali. Kopi
asli Belitong yang rasanya ringan, namun memanjakan lidah si pecinta kopi
seperti saya.
Pokoknya pagi itu Maknyuss!!!
Seporsi Mie Ayam IDR 10.000, dan Segelas
Kopi Belitung IDR 3000 saja. Murah banget kann? Enak dan mengenyangkan. Highly
Recommended (rate : 5*/5).
Selesai makan, Pak Hasmin pun
sudah menjemput saya di kedai Mie Ayam ini. Saat saya tawari sarapan, si
bapaknya malah sudah sarapan. Sudah siap cuss katanya. hehe...
Pantai Batu Berahu
Resort di Pantai Batu Berahu |
Tepat jam 08.00 saya cuss menyusuri
pantai. Pertama, saya diajak menyusuri pantai Batu Berahu. Pantai ini merupakan kawasan
resort yang berlokasi di Desa Tanjung Binga, dan berjarak sekitar 18 Km dari
Tanjung Pandan. Untuk dapat menikmati pantai ini, kita harus menuruni anak
tangga yang lumayan banyak. Saya nggak menghitung pastinya, tapi mungkin
sekitar 100 anak tangga kali ya...
Cottage |
Resortnya sendiri cocok buat menyepi sambil menikmati suasana pantai yang tenang. Udaranya sejuk
karena banyak pohon rindang yang mengelilinginya. Pantai Bukit Berahu juga memiliki garis pantai yang panjang dan berpasir putih serta
dihiasi bebatuan granit.
Saat saya datang, ada seorang
ibu sedang menyapu dedaunan yang jatuh dari pohon. Dia pun tersenyum menyapa,
yang saya balas dengan senyuman juga. Sepertinya dia menanyakan sesuatu ke
saya, tapi menggunakan bahasa Melayu yang saya tidak mengerti. Lagi-lagi, saya hanya tersenyum.
Senyum bahasa paling universal di
seluruh dunia kan? Kita nggak bakal dikatakan sombong meskipun tidak merespon
dengan bahasa verbal jika kita tersenyum. that’s it. Hehe...
Biasanya untuk masuk sini kita dikenakan tarif IDR 2000, Tapi entahlah, lagi-lagi saya disuruh masuk saja, nggak usah bayar :D