Day -3 Pananjakan 2
Tepat waktu. Itu yang saya kagumi
dari kru nya Mas Adi. Kami dijemput jam 03.30, dan langsung cus ke Pananjakan
2. Saya kira tidak akan seramai ini, tapi ternyata, ada ratusan jeep yang
saling beriringan menuju puncak Pananjakan 2. Sebenarnya ada 2 jalur untuk
melihat sunrise, Pananjakan 1, dan Pananjakan 2. Namun menurut Mas Adi,
Pananjakan 1 belum layak untuk dipromosikan karena kondisi jalan yang rusak
parah.
Kurang lebih 30 menit melaju,
perjalanan mulai tersendat. Beberapa orang penumpang jeep di depan kami bahkan
sudah turun dan memutuskan berjalan kaki. Menurut Supir, mungkin kami juga
harus turun disini. Karena di depan bukan macet, melainkan antri parkir.
Woww...keren lah pokoknya. Di jalan yang sempit, ada ratusan jeep saling
berjajar. Siapa yang datang terlambat, dia akan parkir jauh dari Puncak
Pananjakan 2. Kami sendiri harus berjalan kurang lebih satu setengah kilometer
untuk mencapai Puncak tersebut. Udara yang dingin sempat membuat nafas menjadi
sesak. Namun begitu berjalan lama, udara tidak terlalu dingin lagi. Sekitar
setengah jam kemudian, sampailah kami di lokasi. Kami memutuskan untuk shalat
shubuh terlebih dahulu, baru kemudian melihat sunrise.
Pemandangan menjelang sunrise di Pananjakan 2
Namun sampai di lokasi, jauh dari
apa yang saya bayangkan. Jangankan melihat sunrise, yang kami lihat hanya
kepala-kepala manusia. Kami berlima pun terpisah jauh. Sesak sekali kondisinya.
Jujur, saya sama sekali tidak menikmati pemandangan indah disini. Terlalu penuh
sesak. Malah sibuk menyelamatkan diri dari himpitan orang dan menyelamatkan kamera.
Hanya mbak Wian yang mau nekad bersesak-sesak demi mendapatkan foto yang bagus.
Saya? Pada dasarnya saya tidak suka berdesakan, sehingga saya memilih untuk
meninggalkan spot tersebut. Eeh...kebetulan ada Mbak Yanti. Ya sudah, saya
komporin aja dia untuk meninggalkan tempat ini, terus...makan bakso!
Mbak Yanti setuju. Kami pun dengan
riang pindah ke spot lain. Dan ternyata...kami nemu spot baguuuss....banget.
Mungkin banyak orang yang tidak menyadari spot ini. Saat saya dan mbak Yanti
foto-foto, langsung deh banyak orang yang akhirnya ikutan foto juga. Keren
siihhh...pohon-pohon dan rerumputan menguning tertimpa cahaya mentari pagi.
Kemilau keemasan, berbaur dengan kabut yang meniupkan kesejukan. Di bawah sana,
lautan pasir terlihat seperti kapas yang berserakan melindungi keindahan kawah
Bromo yang bersembunyi malu-malu dari kilauan sang surya...
Pedagang Edelweis yang sudah dirangkai
Sebelum melangkah ke tujuan berikutnya, Narsis dulu :)
Kawah Bromo
Sebelum saya, tentunya banyak
yang sudah menuliskan keindahan lautan pasir di kawasan Kawah Bromo. Menurut
saya, perjalanan dari Pananjakan 2 ke Kawah Bromo justru jadi bagian paling
menarik. Kami melewati jalan aspal berliku, dimana sebelah kanan jalan adalah
tebing curam hasil pahatan Tuhan, dan sebelah kiri jurang yang dipenuhi pohon
Cemara. Naik-naik ke puncak gunung.
Tinggi...tinggi sekali...Kiri kanan, kulihat saja. Banyak pohon cemara... that’s song was come true. Meskipun
sebelumnya saya sudah pernah menyusuri Gunung Slamet, ternyata naik gunung
dengan menggunakan jeep beda lagi sensasinya. Berasa keren lah pokoknya.
Tidak membutuhkan waktu lama dari
Pananjakan 2 ke Kawah Bromo. Selesai melewati jalan aspal yang mulus, kami
mulai masuk ke Gurun pasir. Beberapa mobil terlihat tidak dapat berjalan karena
bannya tertimbun pasir. Kendaraan tersebut memang bukan kategori 4 wheel drive.
Supir kami terus memacu jeep.
Hingga akhirnya kami sampai di sebuah tanah lapang yang semuanya pasir, namun
di sebelah sana mulai terlihat Gunung Batok dan Gunung Bromo. Tadinya saya mau
naik kuda, karena supirnya bilang dari parkiran ke kawahnya jauh. Namun saat
melihat langsung kondisinya, saya justru membatalkan naik kuda. Ternyata tidak
sejauh yang saya bayangkan. Hanya berjalan sekitar 2,5 km saja. Dengan udara
yang sejuk, tentunya perjalanan tersebut tidak akan terasa. Apalagi kami
tinggal di Bandung, yang kontur jalannya banyak nanjak seperti itu. So...kami
memutuskan Jalan kaki. Seru ternyata. Kebanyakan yang jalan kaki justru
wisatawan asing. Sedangkan wisatawan kita, rata-rata naik kuda.
Saya sendiri lebih menikmati
jalan kaki. Bisa sambil foto-foto, terus berdecak kagum menatap keindahan di
bawah sana. Hanya pasirnya yang mengganggu. Serba salah memang, kalau pakai
masker, rasanya sesak karena udara tidak leluasa dapat kita hirup. Kalau
maskernya dibuka, pasir dengan mudahnya masuk ke hidung kita. Belum lagi wanginya kotoran kuda yang bertebaran
dimana-mana.
Selanjutnya kami naik tangga ke
kawah Gunung Bromo. Banyak orang yang menghitung langkahnya. Sekitar 300an anak
tangga. Kalau kita dengar angka 300, tentunya sudah mengkeret duluan. Semangat
menurun. Tapi kalau dijalani, fun-fun saja tuh. Cuma harus hati-hati, karena
banyak pasir di atas tangga, sehingga menyebabkan jalan menjadi licin, dan
pijakan kita tidak kuat.
Begitu sampai ke kawah Bromo...indah. Disini kami
lebih bisa menikmati pemandangan daripada di Pananjakan 2. Orang-orang mau
bergantian untuk melihat kawah. Beberapa diantara mereka bahkan berbaik hati
mengambil foto kami bertiga. Dari puncak kawah kita juga dapat melihat dengan
jelas Gunung Batok, lautan pasir, dan spot melihat sunrise di Pananjakan 2. Kerenn....
Yuk Marii...kita lanjutkan ke Bukit Teletubbies dan Pasir Berbisik. Ikuti tulisan selanjutnya