Hari kedua, rombongan Bhekti
sudah sampai ke Yogyakarta. Tapi rute yang pengen kami tempuh terpisah.
Rombongan saya, Mbak Deasy, Teh Ade, Teh Iva dan Mas Yudi pengen wisata budaya,
sedangkan Rombongan Ibhek, Stef, Eza, sama temennya (duh lupa namanya) pengen
eksplore gunung Purba di Gunung Kidul, sambil mandi di goa jomblang.
Sebelumnya, kami sarapan dulu di Malioboro. Makan bubur ayam sambil
ngopi-ngopi. Jam 09.00 baru deh berangkat menuju :
Museum Ulating Blencong Sejatine Tatarane Lumaku (Ullen Sentalu), Kaliurang
Sebuah Museum yang terletak di kawasan
wisata Kaliurang, pada lereng pegunungan Merapi. Pertama kali lihat reviewnya
temen yang pernah kesana. Kelihatannya seru. Dan ternyata...nggak salah pilihan
deh kita. Bener-bener wisata budaya yang menghibur, menyenangkan, sekaligus
mengedukasi dan nggak bikin bosen sama sekali. Kami diajak menyusuri lorong
waktu, menguak sejarah kerajaan Surakarta dengan Kerajaan Yogyakarta yang
dulunya sebenernya satu, yaitu kerajaan Mataram. Kami juga dipandu sambil
diceritakan aneka macam dongeng yang melegenda, beserta tokoh-tokohnya yang
kini terpajang pada lukisan-lukisan di dinding museum.
Kalau kita dengar kata Museum,
pastinya ada kesan membosankan, kuno, dan angker. Tapi di museum ini, kami
justru diberikan sentuhan yang Jawa banget tapi menyatu dengan era modern.
Ditambah lagi pemandunya yang oke dalam menerangkan sejarah demi sejarah yang tak
terkuak di buku manapun. Terutama soal keunikan kisah cinta para raja dan
puteri di masa lalu.
Disini banyak dibahas kisah para raja dan ratu Jawa, tapi saya nggak ingat semuanya. Satu yang bener-bener nempel di ingatan hanyalah kisah cinta seorang putri, yang saat itu lagi pacaran sama kekasihnya. Sang puteri ini tinggal di Solo, sedangkan calonnya ada di Banten. Mereka saling surat menyurat. Tapi...setiap sang puteri menulis surat, Ayahandanya, sang Raja Mangkunegaran, selalu memeriksa isi surat tersebut. Semula saya kira karena ayahandanya ingin tahu puterinya ngomong apa saja ke sang kekasih. Namun ternyata, yang dilakukan sang raja adalah mengoreksi tata bahasa surat tersebut! Sang Raja khawatir, puterinya yang masih sangat muda bisa melakukan banyak kesalahan grammatical error dalam penulisannya. Jaman dulu, surat menyurat dilakukan menggunakan bahasa Belanda. Orang
dianggap pintar dan cerdas jika menguasai bahasa Belanda dengan baik dan
benar.Segitu banget ya mereka menjaga harga diri kerajaan.
Tiket masuknya 30 ribu rupiah per orang, sudah termasuk biaya pemandu. Sayangnya, selama proses menyusuri Museum, kami nggak diperbolehkan memotret, ataupun main gadget. Bagus sih, jadi fokus sama mbaknya yang lagi menerangkan sejarah. Lagipula, cuma satu jam kok muter-muter disitu. Setelahnya bebas mau ngapain aja.
Dari gerbang keluar museum ini,
kita juga bisa menatap gagahnya Gunung
Merapi. Dekaaat sekali kelihatannya. Pada perjalanan keluar kawasan Kaliurang,
kami mampir ke Tepas. Sebuah lokasi untuk memandang Merapi dari dekat. Wuih,
kereeen...kami bisa dapat foto ini :
Dari Gunung Merapi kami
memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke Gunung Kidul. Dari Asam ketemu
garam, alias lautan. Nggak puas dong kalau ke Yogya nggak bertualang ke Gunung
Kidul. Perjalanan dari Kaliurang ke Gunung Kidul kurang lebih ditempuh selama
2,5 jam. Sebelumnya, kami mampir makan siang dan shalat di sebuah restaurant
yang menghadap persawahan. Sejuk dan bikin mata adem. Disini kebanyakan turis
asing yang mampir. Rasa makanannya so so aja sih, tapi harganya sama kayak di
Bandung. Sekitaran Rp. 25.000 ke atas. Beli suasana mungkin ya.
Bersambung...
Bersambung...
No comments:
Post a Comment