Search This Blog

Monday, May 20, 2013

Get Lost in Ternate


Judulnya lebay. Sengaja.
Biar gimanaa gitu kesannya. Padahal, selain di Bandung, jarang banget saya nyasar. Baiklah, saya mau cerita perjalanan saya ke Ternate. Sebuah pulau kecil yang terletak di kawasan Maluku utara. Perjalanan tersebut saya lakukan tanggal 19 Juni 2012. Hampir setahun lalu yaa? Tapi baru di share sekarang.

Menurut orang-orang yang sudah pernah ke Ternate, katanya pemandangannya luar biasa indah. Saya mau bandingkan, lebih bagus mana dengan Manado?

Lagi-lagi, saya memilih terbang dengan Garuda Indonesia. Pokoknya selagi masih ada Garuda yang terbang, saya pasti pilih maskapai itu. Meskipun yaa...karena lagi peak season, harga tiketnya naudzubillah! Nyaris IDR 7 juta CGK-TTE-CGK! Fantastis dan bombastis banget dah tuh tiket. Tapi pas dibandingin sama temen-temen yang naik maskapai lain, saya menganggukkan kepala. Nggak beda jauh harganya.

Selidik punya selidik, kata mbak pramugari...lagi ada festifal Sail Murotai, di Pulau Murotai. Sebuah kepulauan di sekeliling pulau Ternate. Pantesaaan muahal. Wisatawan domestik dan asing, terutama penggemar diving lagi tumplek blek disitu. Aku ambil penerbangan pagi. Jam 06.40. Pesawat ini akan terbang ke Ternate dengan singgah di Manado. Tiga jam terbang, aku melihat daratan sudah kelihatan. Sepertinya pesawat ini akan segera mendarat di bandara international Sam Ratulangi. Pas waktu transit di Manado, saya ditelepon pusat. Katanya terpaksa saya harus sendiri dulu (atau sendiri lagi???)

Pengalaman pertama ke Ternate .... I'm alone...
Tapi dari kesendirian ini...saya banyak belajar kalau sebenarnya kita tak pernah sendiri. Dimana bumi dipijak, disitulah langit dijunjung. Itu tips dan undang-undang dasar yang harus dipatuhi. Nggak perlu takut, karena Allah selalu bersama hambaNya yang berserah. Di tempat paling asing sekalipun, kalau kita bersikap sopan dan menghargai orang lain ... Pastinya orang lain pun akan menghargai dan menyayangi kita.

Waktu akan mendarat di Ternate, pesawat yang saya tumpangi berputar-putar mengelilingi gunung. Terbang di atas laut yang airnya membiru. Pertanda laut dalam. Agak sedikit mengkeret, karena runawaynya nggak kelihatan. Bahkan saya nggak tahu, bandaranya tuh disebelah mana. Gunung semua. Nggak gunung, laut deh. Masa iya pendaratannya di laut? Hiiiyy..amit-amiiit!! Knock-knock on the window!!!






Gambar di atas saya ambil meskipun suasana hati lagi deg-degan. Baguuus banget. Sayangnya pas diambil dari jendela pesawat jadi gelap. Lagi kabut siih.

Makin lama, pesawat terbang semakin rendah. Wah, nambah nggak enak perasaan nih. Runaway masih belum terlihat sama sekali! Haloo...bahkan aku masih nggak tahu pesawat ini mau turun dimana! *mulai melongok-longok. Bahkan kamera di tangan sudah siap dan aku sudah menekan tombol “recording.” Daaaaan....sodara-sodara! Saat yang dinantikan akhirnya datang juga. Pilot bilang sebentar lagi kami akan mendarat di Bandara Sultan Baabullah Ternate. Terus bilang “Flight attendant, landing position.” Tapii...baru bilang begitu kami sudah menembus awan, dan runaway langsung keliatan! Haah...biasanya kalau bilang gitu pendaratan sekitar lima menitan lagi. Lha ini! hanya beberapa detik, tiba-tiba Wusssshhhh!!! Pesawat dibanting sekerasnya ke landasan pacu. Dan tiba-tiba ngerem! Sampai kamera di tangan saya hampir nggelinding ke lantai pesawat. Saya terusin merekam kejadian tadi. Buat kenang-kenangan. Supaya kelak, kalau saya punya anak, terus anak saya mau ke Ternate, saya udah punya kisi-kisi. Paling enggak, dia udah bisa pasang kuda-kuda sebelum landing. Hehehe...lebay.

Waktu mendarat dan pesawat sudah dalam keadaan baik-baik saja, saya mulai melanjutkan aksi. Memotret pemandangan di luar sana. Beruntung, cuaca cerah ceria, Langit pun seolah merestui saya untuk menikmati bumi yang baru akan saya pijak untuk pertama kalinya dalam hidup. Bumi Ternate. Yang dulu bahkan hanya bisa saya lihat di lembaran uang seribu rupiah dan kisahnya saya baca di buku PSPB (Pelajaran Sejarah Perjuangan Bangsa). Mungkin yang seangkatan dengan saya masih ingat pelajaran itu. Beginilah penampakan di Bandara Sultan Baabullah Ternate.


Ternyata, terminalnya naik gitu. Di atas bukit. Pas saya turun, langsung dijemput bus airport, dan bus itu nggak ada ACnya. Ya ampun panas banget. Saya memandang sekeliling, dan menyadari kalau landasannya pendek. Terkuaklah penyebab rem mendadak tadi. Namun di tengah kepanasan cuaca, saya dapet telepon dari Jakarta, kalau hotel sudah oke. Saya akan menginap di Hotel Bella International. Baiklah, tinggal cari taksi di depan. Dengan pedenya, saya keluar terminal. Saya barengan tuh turunnya sama serombongan perwira polisi. Banyak pula pengawalnya. Satu hal lagi yang mengejutkan, ternyata tidak ada counter taksi di bandara ini. Saya menepuk jidat. adanya hanya angkot. Walahh...kalau naik angkot pastinya saya bingung. Meskipun kata temen saya Ternate itu kecil, tapi kalau nggak ngerti jalan ya males juga kali. Akhirnya saya melayangkan pandangan ke sekeliling terminal. Nggak ada yang nawarin taksi, meskipun itu taksi gelap. Hhh...kayaknya gara-gara saya dikira rombongan perwira polisi deh. Di tengah kebingungan, tetap doong saya pasang tampang kalau "Saya sudah teramat sangat mengenal wilayah Ternate." Meskipun pada kenyataannya nggak banget. Hehe...tampang ini supaya saya nggak ditipu orang. Biasanya sih manjur. 

Mata saya tertuju pada serombongan ibu-ibu berjilbab yang sedang menunggu di sebuah loket (Belakangan saya baru tahu itu adalah terminal keberangkatan). Pintunya terpisah hanya beberapa meter dari pintu terminal kedatangan. Saya hampiri para ibu-ibu itu, terus saya tanya salah satu dari mereka. Berharap kalau saya dapat dengan mudah memahami Bahasa Indonesia mereka (Orang Indonesia Timur punya aksen yang khas setiap berbahasa Indonesia, dan biasanya sulit dipahami oleh orang Indonesia Barat). Saya tanya dengan sopan,

"Ibu, kalau saya mau ke hotel Bella International, saya harus naik apa, ya?" 
seorang ibu melihat saya dari atas ke bawah. "Oh...adek bukan orang sini?" Dia balas bertanya.
Saya menggeleng. Dalam hati, perasaan wajah saya jawa banget deh. Tapi nggak apa-apa. Kayaknya ibu ini baik. Pikir saya. 
"Oh saya kira orang sini, sepertinya paham daerah."
walahhh...pasti ini gara-gara tampang saya yang sok tahu dan sok kenal lokasi tadi.
Saya lemparkan senyum terbaik saya doong ke ibu itu. Saya jelaskan kalau saya baru saja mendarat dari Jakarta. Teman-teman ibu itu mengerubungi saya. Salah satu dari mereka bilang saya harus naik taksi. Kalau sendirian, kena IDR 150 ribu. Tapi kalau mau nunggu penumpang lain, bisa IDR 50 ribu. Saya nggak ngerti taksinya dimana. Tiba-tiba ibu itu menjerit, memanggil salah seorang temannya. Bapak-bapak setengah baya. Bapak itu, langsung mencarikan taksi untuk saya. Trenyuh hati saya waktu si ibu bilang, "Carikan supir yang baik pak untuk adek ini. Kasihan, perempuan sendirian."
Waa...baik banget...jadi terharu...

Nggak lama, seorang laki-laki, seumuran saya kayaknya, menghampiri. Wajahnya ramah. Tapi saya tebak dia bukan orang asli Ternate. Dia tersenyum ramah, menawarkan pada saya hendak menunggu penumpang lain atau mau taksi pribadi. Saya jawab taksi pribadi saja...saya nggak mau dengan penumpang lain. Secara...saya sendirian. Maka saya berusaha meminimalisir risiko. Supir taksi langsung membawa koper saya ke sebuah mobil Avanza hitam. Tak lupa saya berterima kasih pada ibu-ibu yang sudah membantu saya. Saya ucapkan salam, dan mereka membalasnya dengan ramah. Sungguh indah rasanya kalau kita bertemu dengan saudara sesama muslim di tanah yang tidak kita kenal.

Meluncurlah kami meninggalkan bandara Sultan Baabullah Ternate. Melihat rumah-rumah penduduk yang beratapkan seng dan padat sekali. Di jalan menuju hotel, saya berkenalan dengan supir. Namanya Zul. Dari Makassar. Benar ternyata perkiraan saya. Dia bukan asli dari Ternate. Sudah lima tahun di Ternate. Katanya sih mencari uang di Ternate jauh lebih mudah daripada di Makassar. Aku setuju. Jarak tak kurang dari 5km saja dari bandara ke hotel tarif taksinya IDR 150 ribu. Padahal kalau di Bandung paling banter IDR 30 ribu.


Nggak rapi ya kelihatannya? Memang semrawut bangunan rumahnya. Kontur tanah yang berundak-undak membuat penduduk berkumpul di tempat yang datar. Tapi jangan salah, menurut Zul, harga kontrakan disini mahal lho. Dia saja, kontrakan beratapkan seng, berlantai kayu, berukuran 2x3 meter persegi dan tidak ada fasilitas apapun, harga sewanya IDR 500 ribu. Kamar mandi juga seadanya. Di luar pula. Kalau mau ada fasilitas tempat tidur dan kipas angin, harganya IDR 1juta per bulan. Dan kalau mau ber-AC dengan fasilitas lengkap (tetap saja beratapkan seng dan berlantai kayu), harganya mencapai IDR 2juta per bulannya. Haaahh??? Kalau di Bandung, harga segitu sudah dapet kamar gede, AC, kamar mandi dalam dengan hot and cold water, fasilitas lengkap berikut cuci setrika gratis. Ada akses wifi pula. Di Ternate, jangankan wifi. Sinyal handphone saja nyaris nggak ada!

Benar-benar membuat saya mengelus dada. Biaya hidupnya tinggi sekali. Pendapatannya juga tinggi siih...daerah kaya. Selanjutnya, saya tanya-tanya ke Zul. Mau nggak dia nemenin saya keliling Ternate. Dari siang sampai malem. Zul mau. Dia memberikan potongan harga hampir 50%. Hahaha...kayaknya dia ambil harga pertemanan. Biasanya kalau sewa mobil setengah hari sekitar IDR 400 ribu. Tapi saya cukup IDR 250 ribu saja. Padahal kalau mau ditilik, jarak 5 km Bandara-Hotel saja sudah IDR 150 ribu. 

Satu hal yang menyenangkan, jalanan di Ternate tidak padat dengan kondisi jalan yang sangat mulus. Jadi nyaman banget. Tidak terguncang-guncang di kendaraan. Jauuuuh berbeda dengan kondisi jalan di Bandung, apalagi rute menuju Ciwaruga :D

Setelah menempuh perjalanan kurang lebih dua puluh menit, sampailah saya di Bella International Hotel. Katanya sih ini hotel terbesar di Ternate. Sangat megah, dan pemandangannya itu lho...disini menghadap langsung ke Pulau Tidore dan Pulau Maitara. Dengan bangganya, replika uang Rp. 1000,00 dipajang di lobby hotel ini.

Replika uang Rp. 1000,00 kebanggaan masyarakat Ternate

Coba yaa saya bandingkan dengan hasil jepretan saya :



Pulau Tidore dan Pulau Maitara. Taken from Floridas Restaurant. No Edit, hanya menggunakan kamera Sony Steady Shot DSC-W310. My pocket camera yang setia menemani saya keliling Indonesia.

Saat saya mencoba check in hotel, ternyata hotel masih penuh. Kamar baru ready jam 14.00. Ya sudah, tidak apa. yang penting saya sudah tahu hotelnya. Jadi saya langsung panggil Zul. Dan meluncurlah saya keliling Ternate. Kata petugas hotel, luas pulau Ternate hanya 5.795,4 km persegi. "Cukup 45 menit, sudah bisa keliling pulau." Katanya dengan bangga.

Ok, Check this out...