Pagoda
ini punya kisah tersendiri buat saya. Tahun 2010, saya bersama 3 mom’s
jalan-jalan juga ke tempat ini. Pulang dari Danau Linow, ibu Meis bilang kalau
kami harus lihat satu tempat ibadah umat Buddha yang cantik sekali. Saya sempat
mengerutkan kening waktu itu. Kalau lihat Gereja di Manado, itu biasa. Masjid
juga terdapat beberapa, meskipun tempatnya tidak di pinggir jalan. Tapi Pagoda?
Saya saja belum pernah lihat secara langsung Pagoda itu seperti apa. Bu Meis
mengantarkan kami kesana. Saat itu waktu menunjukkan pukul 18.30 WITA. Sayaang
sekali, Pagoda sudah tutup. Dan kami, hanya bisa menikmati Keindahan Pagoda
dari pintu gerbang. Sempat ambil gambar juga. Tapi meskipun hanya bisa
memandang dari jauh, mata saya langsung “cling!” Subhanallah...indaaah sekali
Pagoda ini dalam balutan cahaya lampu. Berkerlap-kerlip di puncak pegunungan
yang gelap. Seperti perhiasan emas yang berkilauan. Begini penampakannya :
Sehingga
saya berjanji ke diri sendiri, kalau saya dikasih kesempatan terbang ke Manado kelak,
saya ingin berkunjung lagi ke tempat ini. InsyaAllah.
Dan
Tuhan mengizinkannya...
Hari
itu, 24 Agustus 2012, sore hari, saya sudah memasuki pelataran Pagoda Ekayana.
Nama pagoda baru saya ketahui hari itu juga. Dulu kan papan namanya nggak
kelihatan, gelap soalnya...
Baiklah,
mulai cerita tentang Pagoda Ekayana.
Pagoda
Ekayana, atau orang biasa sebut sebagai Vihara Ekayana, merupakan tempat ibadah
umat Hindu yang Pertama berdiri di Tomohon. Pagoda ini berada di kelurahan
Keskasken Dua, Tomohon. Lokasinya nggak begitu jauh dari jalan utama kota
Tomohon. Masuk ke perumahan penduduk, dan tempatnya di tengah-tengah alam yang
asri. Halamannya luas dan udaranya sejuk yang menghadap ke Gunung Lokon.
Masuk
ke Pagoda Ekayana nggak ada tiket khusus. Kita hanya diharuskan mengisi buku
tamu, dan memberikan sumbangan sukarela di kotak amal. Nah, uang ini
dipergunakan untuk biaya pemeliharaan Pagoda. Nggak dipatok berapa uang yang
harus dimasukkan ke dalam kotak amal. Pokoknya, seridhonya deh. Saya saja waktu
itu cuma ngasih 10K aja. Begini nih bentuk kotak amalnya :
Masuk ke dalam, saya menemukan ada beberapa bangunan disitu. Ada Pagoda Ekayana yang jadi bangunan utama, terdiri atas 9 lantai yang menjulang tinggi dengan arsitektur khas Cina. Jadi ingat film Sun Go Kong. Karena setelah Pagoda Ekayana, di sebelahnya tuh ada Istana Dewi Kwan Im. Itu lho...Dewi cantik yang baik hati dan selalu menolong Sun Go Kong and the Gank. Saya sempat ragu, tapi kata Glenn kita diperbolehkan masuk ke dalam bangunan tersebut. Jangan lupa yaa...alas kaki harus dilepas untuk menjaga kesucian tempat ibadah.
Ternyata
di dalam istana Dewi Kwan Im indah sekali. Ada patung Dewi Kwan Im yang super besar. Terus
tempat ibadahnya juga luas dan terdengar kidung-kidung pujian yang dilantunkan kepada
dewa dewi (hehe saya cuma nebak itu kidung pujian, mungkin kalau dalam islam
itu kayak sholawat nabi kali ya?). Sayangnya, kita dilarang mengambil gambar di
dalam tempat ibadah ini. Meskipun demikian masih saja ada yang nyolong-nyolong
ngambil gambar. Buat apa coba? Padahal apa susahnya menjaga sopan santun di
tempat ibadah agama lain?
Karena
di Istana Dewi Kwan Im boleh masuk, akhirnya saya juga pengen masuk ke Pagoda
Ekayana. Bagus banget...tapi di dalamnya bukan patung Dewi Kwan Im. Melainkan
Patung Budha Rulai (Eh bener nggak ya Budha Rulai?) pokoknya yang gede banget
deh. Patung Budha terbesar yang pernah saya lihat. Maklum, saya kan nggak
pernah ke vihara sebelumnya. Sama dengan di istana Dewi Kwan Im, disini juga
nggak boleh ambil gambar di dalam tempat ibadah. Kalau diluar sih boleh-boleh
saja. Nih contohnya kenarsisan saya :D
Beradu
keren dengan Pagoda Ekayana :D
Waktu
saya majang foto itu di fb, banyak yang mengira saya lagi di Bangkok
lho...padahal masih di Indonesia tercinta. Hihihi...
Nah
diluar pagoda ini, bagi anda yang berminat, anda bisa melakukan ramalan kuno
Ciam Si. Jadi inget film-film China. Ciam Si sendiri merupakan ramalan yang
berdasarkan syair-syair kuno China. Cara kerjanya, beberapa batang bambu seperti sumpit lebar
diletakkan dalam wadah bambu bulat. Masing-masing batang bambu berisikan nomor.
Setelah itu wadah bambu dikocok sampai mengeluarkan satu batang bambu. Dari nomor yang tertera di batang bambu,
anda tinggal mencocokannya dengan kotak yang berada di sisi kiri dinding. Nah, di
kotak tersebut ada kertas berisikan ramalan. Ramalan tertera dalam kanji-kanji khas
tulisan China. Ada juga terjemahannya dalam bahasa Indonesia.
Glenn
nawarin saya buat ikutan diramal. Saya langsung menggeleng. No. Saya jadi
pengamat saja. Lagian dalam agama saya, namanya ramal meramal itu haram.
Sedangkan buat saya sendiri, ramalan membuat hidup tak lagi hidup.
Hehe...karena pada dasarnya, kehidupan itu indah kalau kita jalani, kan? Sisi
menarik kehidupan justru terletak pada kemisteriusan akan masa depan. Contohnya
saja kalau kita mau nonton film, terus ternyata teman kita yang sudah nonton
duluan ngasih tahu jalan cerita film itu ke kita. Jadi nggak seru lagi kan
filmnya? Nggak ada sisi menariknya. Karena semuanya sudah bisa ditebak.
Saya
jalan lagi ke belakang vihara, dan menemukan patung Kodok raksasa. Di depan
patung kodok itu ada kolam air, yang tengahnya ada lonceng. Nah...disini kita
boleh melempar koin. Jadi inget sama air mancur di Roma, yang kalau kita
lemparkan koin kesitu, nanti bisa ketemu jodoh. Tapi di Roma kalah canggih
sama yang disini. Di depan patung kodok, ada beberapa patok yang bertuliskan
Bahagia, Harta, Panjang Umur, Kedudukan atau Pangkat, dan Keberuntungan. Patok
ini diperuntukkan sebagai posisi untuk melempar koin. Nggak cuma minta jodoh
saja.
Kelihatannya
gampang ya, melempar koin ke lonceng? Tapi kenyataannya susah banget
lho...karena ada replika koin kuno yang ada lubang di tengahnya, menghalangi si
lonceng. Koin replika raksasa ini muter-muter terus mengelilingi lonceng.
Padahal si lonceng ada di tengah-tengah. Hahaha...pantesan banyak yang meleset.
Jadi banyak koin numpuk tuh di kolam. Saya sih tertariknya duduk dan berpose
aja di patok itu. nggak usah melempar koin, hanya dengan keyakinan hati maka
saya bisa dapatkan yang berikut ini :
Posisi
menentukan prestasi. Hahaha maksa yaa...
Selesai
berpose di belakang, saya ke bagian depan Vihara Ekayana. Saya menemukan patung
budha. Tapi versi India. Namanya patung Bodhidharma. Setelah itu ada patung
Baradvaja yang lagi duduk di atas rusa, Kanaka the Vatsa, Vanavasha si patung
galau, Nakula, dan lainnya. Patung-patung ini menggambarkan karakter manusia.
Ada yang rajin, pemalas, pengemis, petani, dan lain sebagainya.
So,
menurut saya tempat ini highly recomended buat dikunjungi kalau anda ke Tomohon.
Puas
mengelilingi Pagoda Ekayana, sudah menjelang maghrib sih...tapi hari masih
terang. Matahari terlihat sudah mulai ngumpet tuh...mendung pula. Bahkan hujan
sudah rintik-rintik turun. Tapi kata Glenn, kalau kami langsung pulang ke
Manado sayang...masih ada satu tempat yang worthed banget dikunjungi.
Lets see...