Tadinya saya nggak niat sama
sekali buat Mudik ke kampung halaman. Ya, sudah enam tahun terakhir kami
sekeluarga selalu merayakan Idul Fitri di Jakarta. Eyangnya diboyong sekalian.
Tapi Idul Fitri tahun ini saya
nggak bisa nolak perintah Mama. Harus pulang kampung!
Perlu diketahui, kalau saya
bilang pulang kampung, memang benar-benar pulang ke kampung ya. Letak tepatnya
kampung keluarga saya, dimana mama dan bapak saya dilahirkan adalah di daerah
aliran Sungai Serayu. Antara Kebasen dan Rawalo.
Karena memang beneran berada di
kawasan pedesaan, maka kita masih dengar suara jangkrik yang nyaring, kodok
yang saling bersahutan, tokek yang tak henti bernyanyi di malam hari, juga
suara burung bersenandung menyambut pagi.
Begitu buka jendela, yang
terlihat adalah pemandangan ini :
Sinar mentari bersembunyi
malu-malu diantara kabut dan pegunungan. Dia tidak bersinar terik, seolah tahu
kalau kami hendak melaksanakan shalat idul fitri di lapangan ini.
Jam menunjukkan pukul 06.00 WIB.
Takbir berkumandang, dan warga desa maupun pemudik mulai berdatangan ke
lapangan. Perlahan, lapangan yang kosong pun mulai penuh dengan orang-orang
yang ingin bersujud syahdu dengan sang pencipta.
Selesai shalat Ied, kami pun
silaturahmi ke Rumah pakde saya di Cilacap. Disini juga masih sangat pedesaan. Dengan
sawah hijau membentang dan pepohonan rindang. Karena letaknya yang tak jauh dari Pantai Selatan, tempat ini tentunya beriklum lebih panas daripada di Kebasen maupun Rawalo.
Location : Cilacap |
Hari Kedua,
Di hari kedua, kami melanjutkan
silaturahmi ke handai taulan di daerah Sidabowa, kecamatan Patikraja. Mau menuju kesitu macetnya minta ampun. butuh waktu sekitar satu jam dari Kebasen. Padahal normalnya, hanya memakan waktu sekitar 10 menit saja. Anyway....tempat ini
juga tak kalah alaminya. Masih berupa persawahan nan membentang, dengan gaya
hidup masyarakatnya yang masih tradisional.
Daya |
Pia |
Terlihat adik saya, Pia dan Daya
berperan jadi orang-orangan sawah. Mereka berdua memang lahir di kota, jadi
bisa dikatakan hampir tidak pernah jalan-jalan di tengah sawah seperti itu. Disini juga mama ketemu sama temen lamanya, jadi sekalian deh ngerumpi.
Mama dan Sohib lamanya |
By the way...orang sini nyuci piringnya di pinggir sawah lho...memanfaatkan aliran air irigasi yang masih jernih. Sehingga muncullah jepretan ini :
Belum pulang kalau belum mencicipi kuliner setempat. Homemade Mie Ayam yang rasanya lezat. Tanpa bahan pengawet. Harganya super murah, hanya Rp. 6.500/porsinya.
Homemade Mie Ayam khas Desa Sidabowa, Patikraja |
Habis makan...Pulang!
Kali ini saya sekeluarga nggak kembali ke Kebasen, tapi ke Rawalo. Tempat keluarga bokap.
Bersambung....
No comments:
Post a Comment