Garut,
Day-2
Setelah malamnya diguyur hujan, pagi hari
kota Garut terasa begitu sejuk. Tanahnya basah, memberikan aroma segar yang
sangat alami. Saya, Fitri, dan Dian memutuskan untuk jalan pagi sambil
menyusuri kota. Keadaan jalan masih lengang. Maklum, baru jam lima pagi. Namun
demikian, beberapa warung tenda yang menyediakan menu sarapan seperti nasi
kuning, kupat tahu, dan bubur ayam sudah mulai buka. Bahkan di persimpangan
jalan menuju Kamojang, ada kedai bubur yang sudah ramai dikunjungi orang. Kami
pun memutuskan sarapan di kedai ini. Pemiliknya ramah dan lucu. Dia berujar, “Kalau ke Garut tidak makan bubur ayam,
seperti ke mekah tapi tidak ke madinah.” Ada-ada saja bapak ini. Namun
celotehnya cukup menggelitik. Apalagi ketika Dian tidak menghabiskan buburnya.
Sang pemilik dengan seriusnya langsung menegur. “Kalau tidak dihabiskan nanti pacarnya direbut orang, neng.” Saya
dan Fitri ngakak saat itu. Apalagi ketika Dian buru-buru menghabiskan isi
mangkuknya. Kata Dian, “Saya habisin nih
pak, bukti sayang saya ke pacar.”
Bapak pemilik kedai bubur cerita, dengan
berjualan bubur, dia bisa menyekolahkan kelima anaknya hingga sarjana. Bahkan
sudah ada yang lulus S2 di Bandung lho...keren kan? Bukti bahwa Rahmat Allah
selalu bersama orang-orang yang mau berusaha.
Oh iya, satu porsi bubur original dihargai
IDR 7ribu, dan bubur spesial harganya IDR 10ribu. Murah, kan?
Gerai
Akar Wangi
Jam 09.00, Ina, Husni, dan Rihan sampai di
penginapan kami. Husni telat karena kelamaan dandan dia.
So, tujuan kami pagi itu adalah : Gerai Akar Wangi.
Terletak di Galeri Zocha Graha Kriya. Jl. Pakuwon No. 10 Garut. Saya nggak nyangka kalau
ini adalah gerai kerajinan Akar Wangi yang terkenal itu karena terletak di perumahan penduduk. Kami masuk, langsung
disambut dengan aneka kerajinan yang terbuat dari akar wangi. Semuanya sangat
cantik. mulai dari tas, pajangan seperti boneka, kalung, dompet, sajadah,
taplak meja makan, taplak meja ruang tamu, tempat tissue, souvenir, sampai
selop dan kelom, ada disini. Dan semuanya, dibuat handmade. Alias kerajinan
tangan. Hasilnya, amazing. Akar wangi yang semula hanya nampak seperti semak
perdu, disulap menjadi kerajinan tangan bernilai tinggi.
Boneka dari Akar Wangi |
Aneka Kerajinan dari Akar Wangi |
Ina dengan Kipas Vavoritnya |
Akar wangi ini juga menjadi salah satu
kebanggaan Indonesia. Kebetulan, saat itu sang pemilik ada di tempat. Ibu
Joanna namanya. Pemilik gerai akar wangi ini dengan ramahnya menyambut kami,
dan tanpa rasa keberatan menuturkan pengalamannya dalam membangun bisnis yang
memanfaatkan potensi Garut. Dari ibu Joanna, kami belajar banyak sekali. Soal
ketelatenan, keteguhan hati, juga kesabaran dalam mengelola usaha yang tentunya
naik turun. Akar wangi ini berdiri kurang lebih 11 tahun yang lalu, dan sempat
menembus pasar internasional. Namun karena permintaan dari luar negeri yang
tinggi, namun mereka meminta harga murah tanpa mempertimbangkan nilai dan
kerumitan pembuatan produk, akhirnya ibu Joanna menghentikan ekspornya, dan
fokus pada pasar dalam negeri. Jangan salah, pasar dalam negeri juga sangat
potensial.
Berpose Bersama Ibu Joanna (Tengah) |
Karena pembicaraan dengan ibu Joanna
begitu spesial, saya pun akan mengulasnya di tulisan saya berikutnya. Eh kayak
yang fate loh, ketika saya menulis artikel ini, Metro TV sedang meliput Akar
Wangi, dan Ibu Joanna diwawancara. Wah...top deh Ibu Joanna.
Pusat
Kerajinan Kulit Sukaregang
Suasana di Pusat Kerajinan Kulit Sukaregang |
Lanjut ke Sukaregang. Tempat ini merupakan pusat kerajinan Kulit di Kota Garut. Semua bahan baku kulit diperoleh dari
Garut, dan 100% Indonesia nih. Produk kerajinan kulit Sukaregang tak hanya
terkenal tingkat nasional saja, tetapi terkenal hingga mancanegara. Karena
selain kualitasnya yang bagus, kini desainnya pun unik dan beragam. Bahkan kita
bisa custom lho...
Produknya ada tas, sepatu, sandal, dompet,
ikat pinggang, jaket kulit, dan aneka souvenir yang semuanya berbahan baku dari
kulit sapi maupun kulit domba asal Garut. Masyarakat Garut patut berbangga akan
hal ini.
Aneka Produk Kerajinan Kulit Sukaregang |
Setelah melihat satu demi satu toko, kami pun diajak Husni ke toko yang
pemiliknya merupakan mantan anak didiknya. Seperti toko lainnya, toko ini juga
memiliki produk yang tak jauh berbeda. Namun demikian, ada desain jaket kulit
yang menarik sehingga membuat Dian tak tahan godaan. Ketika dia mencoba salah
satu jaket dan pas, dia bolak-balik berpikir. Antara beli namun kantong langsung
cekak, atau tidak beli dengan konsekuensi penasaran. Harga jaket kulit disini
dibanderol dari IDR 900 ribu sampai jutaan rupiah. Tergantung jenis kulit dan
warnanya. Akhirnya, setelah tawar-menawar yang panjang, sang pemilik pun tidak
tega melihat Dian. Sehingga mereka mencapai kesepakatan harga, dan Dian pun
bisa membawa pulang sebuah jaket kulit domba yang keren.
Meskipun dengan konsekuensi begini :
Tekor mode on |
Happy after Sacrifice :D |
Jam sudah menujukkan pukul 11.00. Kami pun
mulai lapar, sehingga Husni dan Rihan mengajak kami ke kawasan Pemda. Makan
“makanan jalanan” dan menikmati Kota Garut dengan cara sederhana. Jangan salah,
makanan boleh kaki lima, tapi rasa bintang lima lho...
Semangkuk Bakso Super |
Kami memilih makan bakso (lagi), tapi
baksonya super. Besar-besar. Dan tentunya, es Goyobod, the special beverages
from Garut. Es ini sangat terkenal, dan rasanya pun sangat nikmat. Cocok
diminum saat hari panas.
Es Goyobod |
Menikmati Street Food of Garut |
Harga satu mangkuk Bakso Super IDR 13ribu, dan 1 gelas es Goyobod IDR 4ribu. Murah, meriah, dan bikin kenyang. Sambil makan, kami bisa menikmati kesejukan kota Garut. Apalagi kawasan ini dipenuhi pohon besar nan rindang. Top lah pokoknya. Sangat recommended untuk anda singgahi kala anda berwisata di kota Garut.
Tujuan kami berikutnya :
Nasi liwet instan 1001, Samarang, Garut.
Kurang lebih 20 menit perjalanan dari kota
Garut, kami sampai di tempat ini. Sebuah tempat yang ternyata pemiliknya satu
almamater dengan saya saat sekolah di Polban dulu. Juga kakak kelas Rihan dari
Teknik Energi. Kang Andris namanya. Sayangnya, karena hari itu merupakan hari
libur kami tidak sempat bertemu Kang Andris, sehingga kami tidak sempat
bertanya soal pemasaran nasi liwet instan 1001. Namun demikian, kami sempat
membeli nasi liwet instan (yang ternyata rasanya lezat) dan cireng instan.
Gerai Nasi Liwet Instan |
Sepanjang perjalanan dari Samarang ke
Garut, kami disuguhkan pemandangan yang indah dan menawan. Karena ternyata
Garut dikelilingi oleh 4 Gunung yaitu Gunung Cikuray, Gunung Papandayan, Gunung
Guntur, dan Gunung Talaga Bodas. Keempatnya memeluk Kota Garut dengan gagahnya,
sehingga tak heran kalau kota ini beriklim sejuk. Meskipun ya, jauh sekali
berbeda dengan saat saya masih kecil dulu. Saat kota Garut betul-betul beriklim
nyaris “frozen” saking dinginnya. Sekarang, tanpa jaket pun kami tidak merasa
dingin sama sekali.
Jam 12.45, kami sampai di Tarogong. Shalat
dzuhur dan ashar di masjid agung Tarogong. Ternyata sudah ada bus mikro menuju
Bandung. Saya pun berpesan pada kernet bus untuk menunggu kami bertiga yang
hendak menunaikan shalat. Selesai shalat, kami langsung dipanggil oleh kernet
bus, dan karena terburu-buru, maka nggak sempat pamitan ke Rihan dan Husni yang
saat itu masih shalat berjamaah. Kami hanya berpamitan ke Ina, untuk kemudian
meloncat ke bus menuju Bandung. Nah, kondisi bus ini jauuuuh berbeda dengan bus
yang kami naiki saat kami berangkat. Bus ini bersih dan nyaman. Seatnya
dua-dua. Meskipun tanpa AC, sirkulasi udaranya bagus. Juga ada kipas angin di
setiap seat. Dan yang utama, nggak ngetem dimana-mana. Langsung ke Bandung
dengan harga tiket IDR 20ribu. Beda lima ribu, tapi kenyamanannya beda jauh.
Pengemudinya juga mengemudi dengan hati-hati, jadi kami merasa save. Kami
berangkat jam 13.00, dan sampai ke terminal Cicaheum jam 15.00. hal itu bukan
karena busnya yang ngetem, melainkan macet total di Cileunyi.
Well, meskipun pada saat berangkat kami
agak tersiksa, namun begitu sampai Garut hingga kembali ke Kota Bandung,
semuanya fun. Menyenangkan. Terima kasih buat Rihan, Ina, dan Husni yang sudah
nganter kami keliling Garut. Lain kali jangan kapok ya :D
Soal transportasi, saran saya jangan
pernah naik bus besar dari Cicaheum. Pilih saja bus yang kecil, karena jauh
lebih nyaman dan kondisi busnya juga prima. Selain itu, bus juga melaju dengan
kecepatan yang normal dan tidak ugal-ugalan. Kalaupun yang siap berangkat di
terminal adalah bus besar, lebih baik nunggu dulu deh. Daripada tersiksa di
jalan.
Dari semuanya, berikut adalah list
pengeluaran kami selama di Garut :
Ongkos Angkot Cicaheum : 3000
Tiket Bus Bandung – Garut (Ekonomi) : 15.000
Tiket Bus Garut – Bandung (Patas) : 20.000
Makan Siang : 15.000
Es Krim : 6500
Penginapan : 130.000/3 = 43.000
Makan Malam : 25.000
Jajan di Chocodot : 66.000
Sarapan Pagi : 7000
Beli minum : 8500
Beli Souvenir di Akar Wangi : 10.000
Makan Bakso : 13.000
Goyobod : 4000
Beli Cireng Instan : 13.000
Ongkos Cicaheum – Tubagus Ismail : 5000.
Total Pengeluaran : IDR 254.000
Backpackeran ke Garut, Recommended !