Kalau tulisan sebelumnya membahas tentang Indonesia Timur, kali ini saya akan menorehkan catatan perjalanan saya mengelilingi Kalimantan Selatan. Ya. Kalimantan Selatan, Provinsi penghasil emas hitam, Emas, Intan, Permata, dan batu-batu berharga lainnya.
Berawal dari sebuah pekerjaan mengenai Listrik Pedesaan dari PT. Surveyor Indonesia yang bekerjasama dengan PT. PLN Persero Wilayah Kalselteng, maka saya menginjakkan kaki kemari. Kalau perjalanan sebelumnya saya selalu "ala Koper" kali ini semua perjalanan saya adalah "ala Ransel". Kalau biasanya saya selalu menikmati fasilitas serba ada dan terbaik, kali ini saya full dengan keterbatasan. Saya benar-benar merasakan harus turun ke hutan, mengarungi sungai Barito, bahkan bertarung dengan maut di pedalaman Kalimantan Selatan.
Baiklah, awal mula perjalanan saya adalah ke Banjarbaru. Sebuah Kota di Kalimantan Selatan, yang sebentar lagi akan menggantikan Banjarmasin sebagai ibukota Kalimantan Selatan. Di Banjarbaru ini suasananya hampir mirip dengan di Bandung. Suasana lho ya, bukan iklim. Kenapa? Karena disini banyak sekali orang Sunda. Jajaran pedagang Siomay, Batagor, Bakso, Mie Ayam, sampai yang punya laundry dan tukang pulsa, semuanya orang Sunda. Rata-rata berasal dari Garut, Tasikmalaya, Bandung, Lembang, Cianjur, Purwakarta, dan tanah Sunda lainnya. Seru kan? Jauh-jauh saya ke Kalimantan, saya masih bisa menggunakan bahasa Sunda untuk berkomunikasi.
Saya menggunakan penerbangan langsung dari Bandung ke Banjarmasin dengan Lion Air. Pesawatnya baru, sehingga masih sangat nyaman. Meskipun tidak mendapatkan pelayanan sekelas Garuda Indonesia, tapi menurut saya pesawat ini memenuhi standar pelayanan minimal. Kabinnya nyaman, dengan interior yang menawan dan jarak antar kursi yang luas. Cukup leluasa untuk saya selonjoran. Kursinya juga empuk, jadi berasa di pesawat. Berbeda dengan pesawat Lion Air yang pernah saya naiki sebelumnya. Kursinya keras banget. Jadi seperti naik metromini jurusan Blok-M Tanah Abang :D
Pesawat mendarat jam 19.30 WITA di Bandara Syamsudin Noor. Sedikit terlambat dari jadwal semula gara-gara ada penumpang yang salah naik pesawat. Harusnya ke Banjarmasin, dia malah nangkring di pesawat tujuan Surabaya. Maklum sih...di Bandara Husein Sastranegara nggak jelas gitu petunjuknya. Nggak ada plang yang jelas kayak di Soekarno Hatta. Jam penerbangan pesawat berdekatan, tapi gate cuma satu. Kebayang kan, penuhnya kayak apa? Baru dua bulan nggak terbang lewat Bandung, eh...tau-tau boarding roomnya sudah kayak ikan sarden. Satu-satunya yang harus kita dengarkan adalah Mas dan Mbak pengarah jalan. Dia akan berteriak, "Banjarmasin!" "Surabaya!" Tapi namanya orang teriak di landasan tanpa pengeras suara, sekeras apapun dia berteriak kan hilang terbawa angin suaranya. Pokoknya saya sampai kasihan sama mas-mas dan mbaknya. Mana penumpangnya bandel-bandel lagi.
Saya dijemput Mas Ote dan Zhed (Seorang pria narsis, iconnya PT. Surveyor Indonesia Banjarbaru). Aduh kalau sudah ngobrol sama Zhed, nggak nahan deh. Adaaa aja celetukannya yang bikin kita ngakak. Kami makan malam di Rumah Makan Padang Sederhana. Karena rasanya itu yang masih buka dan menunya masih lengkap. Setelah itu kami diantar ke Riyadh Guesthouse yang beralamat di Komp. Citra Megah Raya blok B 34-35. Kalau ke Banjarbaru, gampang kok menemukan alamat Riyadh. Guesthouse ini nyaman banget. Meskipun pemiliknya mengatakan Riyadh adalah sebuah Guesthouse, Tapi fasilitas kamarnya kayak hotel bintang 3. Lebih rapi malah. Pelayanannya bagus, Bersih, dan desain interiornya keren. Usut punya usut, ternyata adiknya yang punya adalah seorang arsitek. Hmm...pantesan...untuk ukuran sebuah Guesthouse desainnya jauh berbeda dari Guesthouse yang pernah saya singgahi di Solo dulu. Sayang saya lupa nggak ngambil gambar Guesthouse ini. Oh iya, rate per malamnya saya kena IDR 320 ribu.
Simpang 4 Banjarbaru
Setelah istirahat satu malam di Riyadh, pagi hari saya dan tim menuju ke kantor pusat PT. PLN (Persero) Wilayah Kalselteng. Hanya berjarak tak kurang dari 1 km dari Riyadh Guesthouse. Waah..Enaknya di Banjarbaru tuh nggak ada macet. Hal itu yang selalu saya rindukan. Tata kotanya teratur, bersih, dan udaranya juga belum kena polusi seperti di Banjarmasin. Menurut saya, Banjarbaru adalah Kota yang nyaman untuk tempat tinggal.
Di kantor PLN saya berkenalan dengan anggota tim lainnya, dan diputuskan bahwa saya akan terjun langsung untuk melihat keadaan di lapangan. Khususnya desa belum berlistrik, dan desa yang rasio elektrifikasinya masih kecil. Saya nggak kaget, karena sebelumnya saya pernah ke Cianjur Selatan untuk pekerjaan yang tak jauh berbeda. Medan yang berat sudah terbayangkan oleh saya. Paling berat lainnya adalah saya nggak ngerti apa-apa soal listrik. Padahal saya harus berkutat dengan jaringan. Hahaha...parah ya?
Tapi saya dilatih langsung sama Pak Nesyandri Kahar. Biasanya beliau yang kasih pelatihan buat orang-orang PLN. Dan saya, dikasih penataran singkat soal Single Line Diagram, Grid and isolated system, tiang Tegangan Rendah, Tegangan Menengah, Tegangan Tinggi, Trafo, dan lain sebagainya. Lumayan, bikin saya pede kalau saya lagi ngobrol sama orang PLN :D (Padahal belajarnya juga baru-san).
Selesai meeting dengan tim PLN, Pak Nes nyariin saya tempat Kost. Karena saya akan bertugas selama kurang lebih satu bulan full. Dan...ketemulah satu tempat kost yang nyaman. Fasilitas lengkap, dan bapak dan ibunya baikkk banget. Pak Lazuardi namanya. Nah, ini penampakan kosan saya :
Dengan harga sewa kamar IDR 1,250 juta/bulan, saya dapat fasilitas lumayan lengkap. Ada kamar mandi dalam, AC, kasur spring bed, lemari, meja belajar, washtafel dan lobby (Bahasa keren buat ruang tamu). Jadi berasa kayak di rumah sendiri. Asyik lah buat istirahat. Cari makan juga gampang. Banyak penjual makanan di dekat tempat kost. Minimarket juga tinggal jalan sedikit ke depan. Tempat kost saya berada di Jalan Taruna Praja No. 11 (Kalau nggak salah) lupa-lupa inget soalnya. Tau nyampe aja :D. Salah satu makanan favorit saya di sekitar Taruna Praja: PENTOL. Namanya unik, ya? Sebenarnya Pentol adalah makanan khas Malang, Jawa Timur. Dibawa ke Kalsel juga sama orang Jatim. Saking banyak penggemarnya, akhirnya jadi makanan khas daerah Kalsel dehh...
Pentol
Pentol ini amat digemari di daerah Banjarbaru, Banjarmasin, bahkan sampai ke Marabahan. Kayaknya seluruh Kalsel kenal deh makanan ini. Kepopulerannya layak disamakan dengan Cilok di Bandung. Pentol sebenarnya adalah bakso. Namun orang Kalsel biasanya makan pentol dengan dicocol saus sambal dan sambal cabe. Kalau saya, memilih dikasih kuah. Harga satu porsi pentol ini IDR 7 ribu saja. Dijamin kenyang deh. Penampakan gambar di atas adalah versi sudah dimakan sama saya :D Saking seringnya saya beli pentol disini, Masnya sampai hafal sama saya. Dan kami biasanya ngomong pake bahasa Jawa. Menurut saya yang sudah mencoba pentol di Kalsel, saya menobatkan kalau Pentol Taruna Praja paling enak se-Kalsel. Hehehe...
Hari berikutnya, masih dalam rangka wisata kuliner (Kerjaan belum dimulai), saya bertiga dengan Pak Nes dan Mas Ote ke Banjarmasin. Saya lupa nama restaurantnya, tapi rasanya berada di Jalan Gatot Subroto. Menunya seafood dan beberapa makanan khas Banjar. Kami memesan 2 Es jeruk, juice alpukat, cah kangkung, dan 3 porsi ikan baronang bakar. Plus nasi putih tentu saja. Total harga makanan IDR 170 ribu saja.
Baronang Bakar
Cah Kangkung
Juice Alpukat
Soal rasa, dari skala 1-10, saya kasih nilai 7. Satu yang nyebelin, pesennya lamaaa...padahal perut sudah lapar berat. Mungkin karena kami pesannya bakar-bakar.
To be Continue, "Banjarmasin Second" with my team.