Search This Blog

Thursday, December 31, 2015

Pagi terakhir di Belitung : Menilik birunya Danau Kaolin


Rangkaian Solo Traveling ke Belitung



Puas menikmati pagi, saya kembali ke penginapan. Mengepak barang-barang ke dalam koper mungil saya. Sebelumnya, saya sudah janjian dengan Pak Hasmin untuk mengantar saya ke Bandara sekitar jam 10. Namun sebelum ke Bandara, Pak Hasmin janji akan mengajak saya melihat Danau Kaolin yang letaknya searah dengan Bandara Sultan Hanandjoeddin.

Kurang lebih 20 menit dari Tanjung Pandan, kami berbelok dari jalan utama menuju jalan yang agak kecil. Tidak lama, saya pun melihat hamparan Danau Biru yang sering orang sebut sebagai Danau Kaolin. Danau ini adalah sisa dari penambangan Kaolin dan Timah, yang dibiarkan begitu saja sehingga menyebabkan genangan air. 

Danau Kaolin

Sebenarnya kalau kita runut, danau ini terbentuk akibat sisa ulah manusia yang tak bertanggung jawab pada alam sehingga alam pun terluka. Namun karena alam ini begitu baik, maka Ia tak membalasnya. Sebaliknya, ia memberikan panorama indah yang tak terkira. Yang bisa dinikmati oleh manusia.

Dari sisi manapun kita melihatnya, danau biru ini sangatlah cantik. saya melihat ada beberapa alat berat yang sedang merapikan pasir putihnya. Entah mau diapakan lagi danau ini.

Sisi Lain Danau Biru

Berpose di Danau Biru

Sayang, waktu berjalan begitu cepat. Saya harus segera menuju Bandara. Belitong memberikan pengalaman tak terkira buat saya. Traveling sendirian, tapi nyatanya begitu sampai disini saya nggak pernah sekalipun sendirian, apalagi merasa kesepian. Traveling sendiri ternyata bisa membuka cakrawala lebih luas. Bisa bergaul sama warga setempat, duduk di tempat sederhana sambil menikmati alam dan celoteh ibu-ibu penjual kelapa muda di Tanjung Kelayang, bertegur sapa dengan para nelayan di Manggar dan Tanjung binga, atau sekedar mendengarkan cerita daerah dari penjual kopi khas Belitong.

Satu yang saya buktikan disini, Janji Allah itu benar. Allah selalu mengiringi langkah seorang musafir. Asalkan dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung, Allah akan selalu mengizinkan kita menginjakkan kaki di sisi bumi lain ciptaanNya.

Nantikan cerita Traveling saya berikutnya bersama orang tercinta, mudah-mudahan masih bisa selalu ngasih informasi yang bisa membantu para travelers pecinta Indonesia. 

Selamat Tahun Baru 2016. Semoga menjadi tahun yang bermakna buat kita semua. Thanks for reading my blog :D
  
Pulang....

Pagi terakhir di Belitung : Mengenal Gang Kim Ting, Kopi Legendaris Atet, dan Geliat Pagi di Tanjung Pandan




Rangkaian Solo Traveling ke Belitung

Pagi itu, pagi terakhir saya di Belitong. Karena rencananya, pukul 11.30 saya sudah harus terbang ke Jakarta. Kembali, saya diajak Pak Hasmin untuk menikmati pagi dengan minum kopi di warung kopi legendaris, Kopi Atet.
Gang Kim Ting, kawasan Pecinan di Kota Tanjung Pandan
Saat saya keluar penginapan, saya berjalan menyusuri ujung Gang Kim Ting, dimana kedai Kopi Atet berada. Suasana pasar sudah ramai, namun suasana Pelabuhan masih tenang. Saya memotret suasana pagi di sekitar pelabuhan, kuil, dan juga geliat masyarakatnya menyambut pagi. Disini, etnis melayu dan etnis Tionghoa berbaur laiknya tak ada perbedaan diantara mereka. Semua adalah warga Belitung. Mereka tertawa bersama, minum kopi bersama, juga bercengkrama bersama tanpa memandang apa jabatan mereka, apa sukunya, dan dari golongan mana dia berasal. Semua terlihat sama, setara, serasi, dan setimbang. Indah, bukan?

Hanya sekitar 2 menit berjalan kaki, saya sudah sampai di Kedai Kopi Atet. Pagi ini kedai sudah ramai dipenuhi pelanggan setianya yang rata-rata, bapak-bapak. Kaum perempuan lebih suka menikmati kue-kuenya, dan itupun mereka bawa pulang kerumah. 

Kedai ini memang sederhana, namun rasa kopinya luar biasa. Dari sekian banyak kopi Belitong yang saya nikmati, Kopi racikan Kakek Atet adalah yang terbaik dan terenak. Tak salah Pak Hasmin mengajak saya kemari. 
Kakek Atet
Kakek Atet ini seorang keturunan Tiong Hoa yang sudah membuka kedainya selama kurang lebih 40 tahun. Usianya sudah lanjut, namun senyum dan semangatnya membuat saya kagum. Beliau sangat ramah dan sabar dalam melayani para pelanggannya. Tak sedikitpun kelelahan nampak di wajahnya, tetapi justru Ia terlihat sangat bahagia saat tangan lincahnya meracik kopi. Padahal Ia sudah membuka kedainya sejak jam 04.00 pagi hari demi melayani pedagang yang berjualan di Pasar Tanjung Pandan, juga para nelayan yang baru bersauh dari melaut.

Dulu, Kakek Atet berjualan sejak jam 04.00 pagi hari hingga jam 11 malam. Namun karena beliau sudah sepuh dan fisiknya tak lagi kuat seperti dulu, maka anaknya turut membantu. Kakek Atet hanya melayani pelanggan dari jam 04.00 hingga jam 08.00 pagi. Premier time katanya. Saya sendiri beruntung bisa menikmati kopi racikan Kakek Atet di jam premier ini. 

Kopinya yang disajikan berasal dari Manggar, tempat dimana Kopi Belitong dihasilkan. Di Kedai Kopi Atet ini, selain kita bisa membeli kopi racikan yang lezat, kita juga dapat memesan kopi bubuk. Tapi jangan lupa, pesan sehari sebelumnya.

Harga kopi per gelas di tempat ini Rp. 4000,- s.d Rp. 5000 saja. Tersedia kopi hitam dan kopi putih (kopi susu). Murah meriah. Selain itu, kita juga bisa menikmati kudapan ringan seperti kue basah, gorengan, maupun snack. Tinggal pilih, tinggal bayar. Tidak ada yang mengawasi disini, semua hanya berlandaskan kejujuran. 

Kalau anda berkunjung ke Belitong, pastikan anda mampir ke Kedai Kopi ini. Terletak di ujung Gang Kim Ting, sebelum Pasar Tanjung Pandan. Tanya saja Kedai Kopi Atet, pasti semua orang akan menunjukkan anda ke tempat ini. 

Salah satu kedai Kopi terkenal lainnya di Tanjung Pandan adalah Kopi Kong Dji. Namun karena kedai Kopi Kong Dji sudah terhitung modern, maka harga yang ditawarkan pun lebih tinggi. 

Setelah saya menikmati kopi dan ngobrol dengan warga sekitar, saya pun membeli oleh-oleh di salah satu kios sekitar Pasar Tanjung Pandan. Apalagi kalau bukan Terasi dan Lada Putih? 

Satu besek terasi ukuran kecil dihargai Rp. 50.000, dan 1/4 kg Lada Putih dihargai Rp. 50.000. Terasinya terbuat dari udang asli, dan rasanya sangat lezat. Lada Putih juga berbeda rasanya dengan lada putih yang biasa saya nikmati di pulau Jawa. Lada putih khas Belitong terasa lebih segar, lebih pedas, dan tidak ada rasa pahit sama sekali ketika dicampurkan di masakan. Pantas saja kalau lada dari sini sangat terkenal. Highly recommended buat anda untuk mencobanya.