Berpose bersama para pengajar di depan MI Nawwarul Uyyun |
Masih dalam rangkaian trip keliling Lombok bersama Sahabat IDC, Tujuan pertama trip kami di hari pertama adalah Madrasah Ibtidaiyah ini. Sekedar untuk
berbagi ilmu, semangat, dan secuil bantuan untuk menambal genteng yang bocor.
Dari Pantai Pink ke MI Nawwarul Uyyun ini kami harus menempuh perjalanan sekitar 30
menit, melalui jalan yang rusak parah (atau bahkan belum pernah diaspal). Kondisi
rumah warga setempat yang kami lalui pun masih tergolong pra sejahtera. Hingga sampailah
kami ke tempat tujuan.
Kondisi kelas di MI Nawwarul Uyyun Lombok Timur |
Berdiri di tengah lapang, bangunan reyot MI Nawwarul Uyyun dikelilingi
ladang gersang dan kubangan kerbau. Tidak ada plang di depan sekolahnya. Hanya ada
satu bangunan dan satu tiang tempat sang saka merah putih berkibar. Bangunannya
hanya terdiri dari 3 kelas, dengan jumlah murid sekitar 70 orang. Kondisi kelas
juga sangat memprihatinkan. Atapnya bolong dimana-mana. Bangunannya rapuh,
dengan bangku dan meja yang juga sudah sangat reyot. Saya melihat ada tiga
kelompok meja yang menghadap ke arah berlawanan. Ternyata ada dua papan tulis
disitu. Menurut ibu kepala sekolah, disinilah dua kelas melangsungkan kegiatan
belajar mengajar secara bersamaan karena sudah tidak ada kelas lagi. Secara
keseluruhan, MI Nawwarul Uyyun ini kondisinya sungguh memprihatinkan. Kalau kita
pernah menonton Laskar Pelangi dan melihat kondisi SD nya, maka MI ini tak jauh
berbeda keadaannya. Ibu kepala sekolah menjelaskan bahwa mengajar di tempat
seperti ini menjadi tantangan tersendiri buat dirinya dan tiga ibu guru
lainnya. Sulitnya meyakinkan orang tua bahwa anak-anak butuh pendidikan, dan
sulitnya meminta bantuan materiil pada pihak pemerintah baik itu Dinas
Pendidikan, Kementerian Agama maupun Pemerintah Daerah membuat mereka seakan
terpinggirkan dan tak terperhatikan.
Mengungkapkan Cita-cita |
Namun satu yang membuat saya trenyuh, siswa dan siswi di MI ini tetap
bersemangat sekolah. Padahal, tak sedikit dari orang tua mereka yang melarang
mereka untuk sekolah. Seringkali anak-anak disuruh membantu orang tuanya
bekerja di kebun, di ladang, atau mengurus ternak. Hal yang lebih pasti menurut
mereka, daripada menggantungkan cita-cita dengan menempuh pendidikan. Saya hanya
bisa menghela nafas panjang. Kalau hal ini berlangsung terus-menerus, bagaimana
keadaan bangsa kita nanti? Bagaimana anak daerah bisa maju dan membangun
daerahnya jika di pendidikan dasar saja mereka tak dapat dukungan? Dan bagaimana,
anak-anak bisa menikmati masa kecilnya kalau harus diisi dengan kerja keras
seperti itu? Tugas anak-anak adalah bermain dan belajar. Bukan untuk kerja
berat.
Bersama Elmi, Gadis kecil bermata biru dari Lombok Timur |
Menyapa Sahabat IDC di seluruh Indonesia |
Baiklah, kembali lagi ke murid-murid MI Nawwarul Uyyun. Mereka antusias
sekali menyambut kami. Tersenyum malu-malu, menatap bingung seolah
bertanya-tanya, darimana kami berasal. Mata mereka tak hentinya menatap ke arah
kami, lalu saling berbisik. Tersenyum lagi, lalu tertawa bersama teman-temannya.
Tenggorokan saya tercekat seketika saat melihat kaki telanjang mereka. Sebagian
ada yang mengenakan alas kaki lusuh dan sandal jepit. Dengan berbalut baju
pramuka, namun topi merah putih. Pakaian mereka pun lusuh. Sungguh sangat
memprihatinkan. Di Era seperti ini, dikala pertumbuhan ekonomi Indonesia
merupakan salah satu yang tertinggi di dunia, dikala sekolah-sekolah di kota
sudah menetapkan aneka macam seragam karya seorang desainer kenamaan, Senin
putih-putih, Selasa merah putih, Rabu seragam khusus sekolah, Kamis batik, Jumat
baju muslim, Sabtu ekstrakurikuler balet, renang, musik, teater, basket, dan
lain sebagainya yang tentunya membutuhkan kostum khusus...
Photo By Sahabat IDC |
Sedangkan disini, beralas kaki pun tidak. Tas adalah barang mewah buat
mereka. Karena tak sampai sebagian murid yang mengenakannya. Banyaknya hanya
menggulung buku tulisnya, lalu dimasukkan ke kantong celana. Sedangkan anak-anak
perempuan memilih menggunakan kantong kresek untuk menempati buku-bukunya. Tapi
semangat mereka tak surut saat saya meminta satu persatu dari mereka untuk
maju. Tangan-tangan kecil itu berebut untuk mengacungkan jemarinya. Memperkenalkan
diri dan menyebutkan cita-citanya. Menurut saya, penting sekali bagi mereka
untuk mengenal cita-cita mereka sejak dini. Karena dengan demikian, mereka
punya harapan dan mimpi yang dengan izin Tuhan, kelak bisa mereka capai.
Sungguh indah cita-cita mereka. Aku ingin jadi Guru. Aku ingin jadi
Tentara. Aku ingin jadi Pilot. Aku ingin jadi Polisi. Aku ingin jadi Dokter. Hingga
akhirnya satu anak maju dengan malu-malu. Wajahnya tertunduk sejenak, lalu
menegakkan badannya, dan menatap teman-teman sekelasnya. Dia pun berkata
lantang, “Aku ingin jadi Presiden
Republik Indonesia!”
Apapun, bahasa anak-anak adalah bahasa yang paling Universal. Sejak jaman
Nabi Adam hingga saat ini, anak-anak tetaplah anak-anak. Takkan pernah berubah.
Karena di usia merekalah manusia masih bersih, belum teracuni dengan hawa nafsu
apalagi pikiran buruk. Dengan sedikit kata-kata motivasi dan rangkulan hangat,
maka anak-anak akan berani menyatakan pada dunia kalau “aku ingin menjadi yang kuinginkan.” Mereka berkata lantang, tanpa
takut, tanpa tedeng aling-aling. Hal itu terbukti pada saat mereka
mengumandangkan lagu Indonesia Raya. Terasa sekali makna syairnya di hati kami
semua hingga membuat saya dan teman-teman berkaca-kaca. “Hiduplah tanahku, hiduplah negeriku, bangsaku, rakyatku semuanya. Bangunlah
jiwanya, bangunlah badannya, untuk Indonesia Raya...”
Budaya Antri sejak dini |
Saat kami hendak membagikan snack, mereka pun tak sulit untuk diberitahu
soal budaya antri. Karena masih anak-anak, tentu adakalanya mereka tidak
sabaran. Namun tak satupun dari mereka yang menyerobot antrian. Badan boleh
dekil, baju boleh lusuh, tapi mental mereka bersih. Karena sebagai manusia, mereka
menghargai sesamanya. Bagaimana dengan kita?
Calon Polisi ini tidak memilih donat terlalu lama karena banyak yang mengantri di belakangnya |
Semoga, tulisan saya ini dapat menggugah pembacanya. Terlebih jika ada
dermawan yang tergerak hatinya untuk dapat membantu anak-anak di Lombok Timur. Mungkin
buat kita tak seberapa, tapi buat mereka berarti banyak. Seperti syair
Indonesia Raya. Mari bangun jiwa dan badan kita, untuk Indonesia Raya.
Jika anda ingin melihat previewnya, anda bisa mengakses youtube http://www.youtube.com/watch?v=M2omGGlSmdE
Siswa - siswi MI Nawwarul Uyyun |
Selamat Tinggal siswa-siswi MI Nawwarul Uyyun...semoga kelak kita
berjumpa lagi dalam keadaan yang jauh lebih baik, dimana kalian bisa
menggapai segala cita dan asa yang kini masih kalian gantungkan di
langit.
No comments:
Post a Comment