Search This Blog

Wednesday, July 16, 2014

Kumandang Indonesia Raya dari Madrasah Ibtidaiyah Nawwarul Uyyun, Lombok Timur



Berpose bersama para pengajar di depan MI Nawwarul Uyyun

Masih dalam rangkaian trip keliling Lombok bersama Sahabat IDC, Tujuan pertama trip kami di hari pertama adalah Madrasah Ibtidaiyah ini. Sekedar untuk berbagi ilmu, semangat, dan secuil bantuan untuk menambal genteng yang bocor.
Dari Pantai Pink ke MI Nawwarul Uyyun ini  kami harus menempuh perjalanan sekitar 30 menit, melalui jalan yang rusak parah (atau bahkan belum pernah diaspal). Kondisi rumah warga setempat yang kami lalui pun masih tergolong pra sejahtera. Hingga sampailah kami ke tempat tujuan.
Kondisi kelas di MI Nawwarul Uyyun Lombok Timur
Berdiri di tengah lapang, bangunan reyot MI Nawwarul Uyyun dikelilingi ladang gersang dan kubangan kerbau. Tidak ada plang di depan sekolahnya. Hanya ada satu bangunan dan satu tiang tempat sang saka merah putih berkibar. Bangunannya hanya terdiri dari 3 kelas, dengan jumlah murid sekitar 70 orang. Kondisi kelas juga sangat memprihatinkan. Atapnya bolong dimana-mana. Bangunannya rapuh, dengan bangku dan meja yang juga sudah sangat reyot. Saya melihat ada tiga kelompok meja yang menghadap ke arah berlawanan. Ternyata ada dua papan tulis disitu. Menurut ibu kepala sekolah, disinilah dua kelas melangsungkan kegiatan belajar mengajar secara bersamaan karena sudah tidak ada kelas lagi. Secara keseluruhan, MI Nawwarul Uyyun ini kondisinya sungguh memprihatinkan. Kalau kita pernah menonton Laskar Pelangi dan melihat kondisi SD nya, maka MI ini tak jauh berbeda keadaannya. Ibu kepala sekolah menjelaskan bahwa mengajar di tempat seperti ini menjadi tantangan tersendiri buat dirinya dan tiga ibu guru lainnya. Sulitnya meyakinkan orang tua bahwa anak-anak butuh pendidikan, dan sulitnya meminta bantuan materiil pada pihak pemerintah baik itu Dinas Pendidikan, Kementerian Agama maupun Pemerintah Daerah membuat mereka seakan terpinggirkan dan tak terperhatikan.
Mengungkapkan Cita-cita
Namun satu yang membuat saya trenyuh, siswa dan siswi di MI ini tetap bersemangat sekolah. Padahal, tak sedikit dari orang tua mereka yang melarang mereka untuk sekolah. Seringkali anak-anak disuruh membantu orang tuanya bekerja di kebun, di ladang, atau mengurus ternak. Hal yang lebih pasti menurut mereka, daripada menggantungkan cita-cita dengan menempuh pendidikan. Saya hanya bisa menghela nafas panjang. Kalau hal ini berlangsung terus-menerus, bagaimana keadaan bangsa kita nanti? Bagaimana anak daerah bisa maju dan membangun daerahnya jika di pendidikan dasar saja mereka tak dapat dukungan? Dan bagaimana, anak-anak bisa menikmati masa kecilnya kalau harus diisi dengan kerja keras seperti itu? Tugas anak-anak adalah bermain dan belajar. Bukan untuk kerja berat. 
Bersama Elmi, Gadis kecil bermata biru dari Lombok Timur
Menyapa Sahabat IDC di seluruh Indonesia
Baiklah, kembali lagi ke murid-murid MI Nawwarul Uyyun. Mereka antusias sekali menyambut kami. Tersenyum malu-malu, menatap bingung seolah bertanya-tanya, darimana kami berasal. Mata mereka tak hentinya menatap ke arah kami, lalu saling berbisik. Tersenyum lagi, lalu tertawa bersama teman-temannya. Tenggorokan saya tercekat seketika saat melihat kaki telanjang mereka. Sebagian ada yang mengenakan alas kaki lusuh dan sandal jepit. Dengan berbalut baju pramuka, namun topi merah putih. Pakaian mereka pun lusuh. Sungguh sangat memprihatinkan. Di Era seperti ini, dikala pertumbuhan ekonomi Indonesia merupakan salah satu yang tertinggi di dunia, dikala sekolah-sekolah di kota sudah menetapkan aneka macam seragam karya seorang desainer kenamaan, Senin putih-putih, Selasa merah putih, Rabu seragam khusus sekolah, Kamis batik, Jumat baju muslim, Sabtu ekstrakurikuler balet, renang, musik, teater, basket, dan lain sebagainya yang tentunya membutuhkan kostum khusus... 
Photo By Sahabat IDC
Sedangkan disini, beralas kaki pun tidak. Tas adalah barang mewah buat mereka. Karena tak sampai sebagian murid yang mengenakannya. Banyaknya hanya menggulung buku tulisnya, lalu dimasukkan ke kantong celana. Sedangkan anak-anak perempuan memilih menggunakan kantong kresek untuk menempati buku-bukunya. Tapi semangat mereka tak surut saat saya meminta satu persatu dari mereka untuk maju. Tangan-tangan kecil itu berebut untuk mengacungkan jemarinya. Memperkenalkan diri dan menyebutkan cita-citanya. Menurut saya, penting sekali bagi mereka untuk mengenal cita-cita mereka sejak dini. Karena dengan demikian, mereka punya harapan dan mimpi yang dengan izin Tuhan, kelak bisa mereka capai.
Sungguh indah cita-cita mereka. Aku ingin jadi Guru. Aku ingin jadi Tentara. Aku ingin jadi Pilot. Aku ingin jadi Polisi. Aku ingin jadi Dokter. Hingga akhirnya satu anak maju dengan malu-malu. Wajahnya tertunduk sejenak, lalu menegakkan badannya, dan menatap teman-teman sekelasnya. Dia pun berkata lantang, “Aku ingin jadi Presiden Republik Indonesia!”
Apapun, bahasa anak-anak adalah bahasa yang paling Universal. Sejak jaman Nabi Adam hingga saat ini, anak-anak tetaplah anak-anak. Takkan pernah berubah. Karena di usia merekalah manusia masih bersih, belum teracuni dengan hawa nafsu apalagi pikiran buruk. Dengan sedikit kata-kata motivasi dan rangkulan hangat, maka anak-anak akan berani menyatakan pada dunia kalau “aku ingin menjadi yang kuinginkan.” Mereka berkata lantang, tanpa takut, tanpa tedeng aling-aling. Hal itu terbukti pada saat mereka mengumandangkan lagu Indonesia Raya. Terasa sekali makna syairnya di hati kami semua hingga membuat saya dan teman-teman berkaca-kaca. “Hiduplah tanahku, hiduplah negeriku, bangsaku, rakyatku semuanya. Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya, untuk Indonesia Raya...”
Budaya Antri sejak dini
Saat kami hendak membagikan snack, mereka pun tak sulit untuk diberitahu soal budaya antri. Karena masih anak-anak, tentu adakalanya mereka tidak sabaran. Namun tak satupun dari mereka yang menyerobot antrian. Badan boleh dekil, baju boleh lusuh, tapi mental mereka bersih. Karena sebagai manusia, mereka menghargai sesamanya. Bagaimana dengan kita?
Calon Polisi ini tidak memilih donat terlalu lama karena banyak yang mengantri di belakangnya
Semoga, tulisan saya ini dapat menggugah pembacanya. Terlebih jika ada dermawan yang tergerak hatinya untuk dapat membantu anak-anak di Lombok Timur. Mungkin buat kita tak seberapa, tapi buat mereka berarti banyak. Seperti syair Indonesia Raya. Mari bangun jiwa dan badan kita, untuk Indonesia Raya. 
Jika anda ingin melihat previewnya, anda bisa mengakses youtube http://www.youtube.com/watch?v=M2omGGlSmdE
Siswa - siswi MI Nawwarul Uyyun
Selamat Tinggal siswa-siswi MI Nawwarul Uyyun...semoga kelak kita berjumpa lagi dalam keadaan yang jauh lebih baik, dimana kalian bisa menggapai segala cita dan asa yang kini masih kalian gantungkan di langit.

No comments:

Post a Comment