Search This Blog

Monday, February 10, 2014

Lawang Sewu, Saksi Sejarah di Bundaran Tugu Muda

Lawang Sewu
Bangunan ini merupakan saksi bisu sejarah penjajahan bangsa Indonesia oleh tentara Belanda dan Jepang.
Dibangun pada masa pemerintahan kolonial Belanda pada 27 Februari 1904, dan digunakan sebagai Het Hoofdkantoor van de Nederlansch Indische Spoorweg Maatscappij (NIS) atau Kantor Pusat Perusahan Kereta Api Swasta NIS. Namun setelah Belanda kalah oleh sekutu, bangunan ini diambil alih oleh pemerintah Jepang, dan banyak disalahgunakan pada masa itu. Banyak bagian ruangan yang semula untuk penampungan air, justru digunakan sebagai tempat penyiksaan dan penjara bagi rakyat Indonesia dan juga tentara Belanda. Sungguh miris bukan? 

Pada saat saya berkunjung ke Lawang Sewu, bangunan tersebut baru saja selesai dipugar dan dibuka kembali untuk umum. Pemugaran pun masih belum selesai sepenuhnya. Karena sudah sejak lama bangunan ini dibiarkan kosong, sepi, kotor, tak terawat, sehingga menimbulkan imajinasi macam-macam bagi setiap orang yang melintasinya. Bahkan hanya mendengar namanya saja, sudah membuat bulu kuduk merinding. Hal ini tak lepas juga dari seringnya bangunan ini dijadikan lokasi ajang Uji Nyali di acara Mistis salah satu stasiun televisi Indonesia.
Lawang Sewu, Tampak Depan
Dan inilah...pertama kalinya saya ke Lawang Sewu. Bangunan indah nan megah menyambut saya, tinggi menjulang dengan banyak jendela. Koridor panjang nan sepi bersanding dengan jajaran daun pintu yang berderet-deret. Seolah mengajak saya untuk menelusuri ruangan demi ruangan satu persatu. Kesan angker masih ada, tentu saja. Namun yang terasa bukan ngeri, melainkan kekaguman yang membuncah. Penasaran, seperti apa bentuk ruangan di dalamnya.

Saya naik ke lantai dua. Disitu keadaan lebih sepi daripada di lantai satu. Untuk sejenak, saya menghela nafas panjang, lalu mengucap bismillah. Bayangkan, sejak jaman dulu sudah berdiri bangunan yang kokoh dan indah seperti ini. Berapa banyak orang yang dikerahkan untuk membangunnya? Dan pastinya, proses pembangunan gedung megah ini tak lepas dari pengorbanan rakyat Indonesia. 

Koridor ini sungguh menakjubkan. Sejenak pikiran saya seolah kembali ke masa lalu. Mungkin banyak tentara Belanda yang berseliweran di koridor ini. Bekerja untuk memonitor transportasi kereta api dan layanan kargo. 

Langkah demi langkah yang saya jalani makin membuat saya terkagum-kagum.

Koridor Panjang di Lantai 2
Namun saat masuk ke salah satu ruangan...Saya mendesah. Kenapa jadi seperti ini? Sungguh sangat disayangkan. Padahal bangunan ini indah sekali. Seandainya saja difungsikan dengan baik dan dirawat dengan teliti, tentunya jadi aset budaya dan sejarah yang tak ternilai harganya.


Salah satu ruangan di Lantai 2
Lihatlah, atapnya sudah hancur dan sangat rapuh. Bangunannya tak terawat, dengan pintu-pintu yang sudah rusak dimakan usia, juga engsel yang tak lagi berfungsi. Sekali lagi, sayaaang sekali. 

Berpose di Koridor Lantai 1


Setelah puas menyusuri lantai 2, saya dan teman saya berjalan ke lantai dasar. Kami bertemu dengan seseorang yang menawari kami untuk menyusuri ruang bawah tanah. Semula saya gentar dan tidak berani turun. Namun Mas-mas itu meyakinkan tidak apa-apa. Tidak menyeramkan seperti yang terpikir di benak, juga tidak pengap seperti yang dikira sebelumnya. Lagipula, ruangan bawah tanah ini sudah diberikan penerangan yang cukup sehingga tidak terlalu gelap lagi.

Pintu ruang Bawah Tanah Lawang Sewu
Dengan menyewa sepatu boot Rp. 20.000,- dan biaya komisi pemandu Rp. 20.000 untuk dua orang, kami pun mulai menyusuri koridor bawah tanah ini. Awalnya agak mencekam. Yang terdengar hanya jejak langkah kami diantara genangan air. Namun selanjutnya, misteri demi misteri ruang bawah tanah ini terkuak, seiring dengan cerita sang pemandu.

Saya bersama boot Sewaan
Celah kecil menuju lorong bawah tanah
Lumayan butuh perjuangan juga untuk melewati lorong bawah tanah ini. Kami harus menerobos masuk lewat celah yang sempit, lalu kembali menembus genangan air. Hebatnya, lorong bawah tanah ini tidak pengap sama sekali. Kami bernafas dengan leluasa, juga tidak bau apek. Hanya mungkin tersisa bau darah, karena sebelumnya ruangan ini disalahgunakan oleh tentara Jepang untuk ruang penjara dan penyiksaan. Padahal sejatinya, ruangan ini dirancang oleh arsitek Belanda untuk difungsikan sebagai penampungan cadangan air.  Disini saya melihat jejak-jejak kekejaman manusia kepada sesamanya.

Mas-mas Pemandu yang saya lupa namanya
Bak penampung Air
Ruang bawah tanah ini juga dirancang sedemikian rupa sehingga tidak lembab. Tidak berlumut, juga tidak ada tikus maupun serangga-serangga pengganggu. Memang kalau sudah urusan arsitektur dan penataan ruang juga kota, Belanda jagonya. Two thums up lah pokoknya. 

Lantai 1 - Masa Kini
Kini, bangunan Lawang Sewu yang berartikan "Gedung Seribu Pintu" dikembalikan lagi ke fungsi awalnya, yaitu sebagai kantor perkeretaapian. Disini juga ada museum sejarah kereta api Indonesia yang memajang aneka foto berikut cerita runut mengenai transportasi Kereta Api sejak jaman Belanda hingga saat ini. Sangat menyenangkan berkunjung kemari. Kita bisa belajar budaya, sejarah, sekaligus arsitektur. Banyak juga yang datang kemari untuk menyalurkan hobby fotografinya. 

Tertarik? Biaya masuknya hanya Rp. 10.000/orang. Murah bukan?
Kalau berkunjung ke Semarang, tempat ini juga recommended untuk dikunjugi. Kereeen!!!

No comments:

Post a Comment