Search This Blog

Tuesday, December 4, 2012

Seuntai Cerita untukmu yang disana






Sayang, aku dalam sebuah perjalanan lagi.
Banyak sekali peristiwa yang kulalui beberapa hari belakangan ini. Banyak pelajaran yang kupetik. Sayangnya kau tak berada di sampingku.

Sulitnya berkomunikasi denganmu, membuat waktu terasa begitu mahal. Kesibukanmu, kesibukanku, dan ketidaksiapan kita membuat kita belum dapat dipertemukan. Maka dari itu, tak apa lah kali ini kutampung ceritaku dalam sebuah goresan pena. Kuharap kau akan membacanya nanti.

Sayang...peristiwa demi peristiwa, kejadian demi kejadian, dan makin banyaknya menapaki sebuah perjalanan semakin meyakinkan aku, kalau hidup adalah sebuah skenario. Ada penulis, ada sutradara, ada produser, ada kru, dan ada artisnya.

Jika kita berada dalam dunia "skenario versi manusia", maka seringkali antara penulis, sutradara dan produser adalah orang yang berbeda.

Karena apa?

kemampuan manusia berbeda, sayang...Kemampuan manusia terbatas. Manusia, punya kekurangan. Kalaupun ada yang sanggup memerankan ketiganya, tetap saja ada kurangnya. Tidak maksimal. itu bahasa yang sering digunakan oleh manusia. Bahkan ada peribahasa yang mengatakan, kalau kau duduk diantara dua kursi, niscaya kau akan terjatuh diantaranya.

Lain halnya pada skenario kehidupan. Penulis, Sutradara, dan produsernya bisa dipastikan, SATU.
Ya.
Hanya satu.

Dia, mempunyai kemampuan tak berbatas. Dia sanggup menjadi apapun, siapapun, dan bertindak apapun. Dia yang menjadikan tiada menjadi ada, yang ada menjadi tiada, yang tak mungkin jadi mungkin.

Dia sang penulis skenario, yang menceritakan semuanya. Semua, sayangku... tanpa ada satu hal pun yang tak tertulis atau terlewatkan. Termasuk cerita tentang kita. Dia tuangkan dalam sebuah buku. Buku  skenario yang isinya takkan dapat ditiru oleh makhluk manapun di dunia ini. Buku Skenario yang tak seorang pun dapat menebak, kemana arahnya. Karena tak seorangpun dapat membuka lembar berikutnya, sebelum tiba saatnya.

Buku skenario itu dinamakan, Kitab Lauhul Mahfudz.

Dia menciptakan setting lokasi, kostum, peralatan, perlengkapan, maupun segala yang diperlukan demi menjalankan skenario kehidupan.

Itulah Dunia dan segala isinya.

Dia sang sutradara. Bedanya, Dia tak melakukan proses casting untuk para aktor dan aktrisnya. Tetapi menciptakan sendiri aktor dan aktris yang dikehendakiNya. Dia tiupkan ruh,  Dia titipkan nyawa, Dia titipkan akal, pikiran, dan hati.

Kitalah yang berperan dalam skenario tersebut. kita aktor dan aktrisnya.

Dia punya Kru untuk mendampingi para aktor dan aktrisnya. Lagi-lagi, kru tersebut Dia ciptakan sendiri. Tanpa melalui proses rekrutmen. Dia ciptakan kru tersebut dengan zat yang berbeda dengan manusia. Zat yang tak kasat mata. Zat yang kita kenal sebagai cahaya.

Merekalah Para Malaikat.

Dia perintahkan kruNya untuk mencatat setiap  adegan. Sejak kita dilahirkan, sampai nanti di akhir cerita. Kuberitahu padamu, sayang...Manajemen kearsipan mereka jauh lebih canggih dari teknologi database tercanggih yang ada di dunia ini. Setiap adegan dicatat rapi. Tidak ada yang meleset, salah tulis, salah tanggal dan lain sebagainya. Semua tercatat rapi, berikut Tahun, Bulan, Minggu, Hari, tanggal, jam, menit, hingga detiknya. Jika akting mereka bagus, maka para kru yang berada di sebelah kanan mencatatnya satu kali. Dan Dia melipatgandakan bonus, dengan memberikan nilai antara 7 hingga 700 kali lipat kebaikan. Jika adegan yang dilakukan aktor dan aktris itu salah, maka kru mencatatnya satu kali. Disinilah kebijaksanaan sang sutradara. Dia hanya memerintahkan para kru untuk mencatatnya satu kali.

Adegan itulah yang dinamakan amalan dan dosa.

Sekali lagi kubilang disini, kitalah yang manjadi aktor dan aktrisnya. Kita...manusia.
Kita, yang menjalani skenario yang telah dibuatnya dengan amat sempurna. Skenario yang amat indah, adil, dan tak memihak. Kita bahkan diperkenankan mengubah nasib kita dalam skenario itu. Dengan sebuah usaha.
Kita juga bisa mengubah takdir yang Dia gariskan, dengan DOA.

Lantas, apa yang kurang dari Nya?

Kalaulah analogi itu bisa diterima oleh manusia dengan pemahaman dan keyakinan yang baik, tentunya tak ada lagi kegalauan dan keresahan yang menyelimuti hati. Tak ada lagi ketakutan akan masa depan. Tak ada kata tak menerima sebuah kehilangan.

Karena pada dasarnya, Dunia ini panggung sandiwara.
Sebuah sandiwara, pastilah ada endingnya.
Happy, hanging, or sad ending.

Bedanya, kalau dalam sebuah sandiwara dengan hanging end, kita sebagai penonton diperkenankan berimajinasi sendiri. Pada kasus selesainya pementasan skenario kehidupan, hanging end akan diselesaikan oleh sang penulis, sutradara, sekaligus produsernya.

Dia memastikan dalam firmanNya, kalau Dia menguasai hari pembalasan. Hari dimana amalan dan dosa selesai ditimbang. Barulah dengan keadilan langit, bumi, dan segala yang bernaung di dalam galaksi, Dia memutuskan balasan apa yang pantas untuk sang aktor dan aktris.

Buat aktor dan aktris yang sukses memainkan perannya, diberikanlah padanya Penghargaan berupa Piala surga. Sisanya, kau tebaklah sendiri. Kemana kiranya para aktor dan aktris yang tak sukses.

Sayang...sudah dulu yaa..
Kuceritakan lagi isi hati dan pikiranku di lain waktu. Namun kuminta, kau sabarlah menungguku. karena aku pun demikian.


Saat notes ini kutulis, kata Pilot aku sedang berada sekitar 39000 kaki di atas permukaan laut, Di atas langit, entah langit yang keberapa. Namun kurasa bukan langit ketujuh.

Salam Sayang,

Arum Silviani