Search This Blog

Wednesday, June 10, 2015

Sebuah Tulisan

Saat jemari mengetik, saya berpikir, setiap hasil ketikan saya, baik maupun buruk, ada yang mencatatnya.
Entah yang di pundak sebelah kanan saya yang mencatat, ataukah yang di pundak sebelah kiri saya yang mencatat.
Wallahualambisshawab.

Kemudian saya berpikir, sebuah tulisan, apalagi yang dibaca orang banyak, pasti akan memberikan efek pada pembacanya. Baik itu dibaca sekilas, atau dibaca dengan penghayatan hingga akhirnya diserap ke dalam pikiran. Diamalkan dalam perbuatan.

Dari tulisan tersebut pula maka akan terbentuk sebuah OPINI. Dan Opini ini tergantung pada pemahaman masing-masing pembaca. Karena pembaca heterogen, alias punya latar belakang yang berbeda, dengan pemikiran yang berbeda-beda pula, besar kemungkinan setelah membaca tulisan kita, penerimaan mereka pun berbeda-beda.

Bisa legowo,
Bisa anarkis.
Bisa bikin cerah pandangan,
Bisa juga bikin gelap masa depan.
Bisa membangkitkan gairah hidup,
Bisa juga bikin orang mengakhiri hidup.

Betapa dahsyatnya kekuatan sebuah tulisan.
Betapa tajamnya sebuah tulisan, bahkan sungguh jauh lebih tajam dari belati tertajam sekalipun.
Tulisan adalah penyambung lidah. Dimana semua juga tahu kalau lidah itu lebih berbisa dari segala apapun di dunia, jika tidak dikendalikan.

Lantas masihkah kita rela membiarkan jemari menari untuk menorehkan hal-hal yang belum jelas rimbanya? Menghina orang yang bahkan nggak kita kenal? Ikut terbawa arus propaganda negatif sehingga membangkitkan benci di dalam dada, mengobarkan amarah dan disebar ke dunia maya. 

Si itu melakukan inilah, melakukan itulah. Terus saja...mencari celah untuk dapat menuliskan hal buruk orang yang dibencinya. Minimal meng-klik tombol share.
Sekuat tenaga menahan ghibah, tidak banyak ngerumpi apalagi menjelek-jelekkan orang lain dengan mulut. 
tapi tidak mengendalikan jemari untuk menuliskan sesuatu yang belum jelas kebenarannya. Bahkan kenal pun tidak dengan orang yang dijelek-jelekkan. Alasannya curhat.
Padahal sebenernya mengeluh. Atau bahkan memfitnah jika tulisan tersebut tidak benar.

Terus apa kabar kehidupan kita selanjutnya nanti?
Ketika mulut tak dapat berkata-kata,
Ketika hanya tangan dan kaki yang bicara.
Apa yang terjadi ketika tangan kita mengadu pada Allah akan apa yang telah ditorehkannya di dunia?
Sanggupkah kita menahan konsekuensinya? Sanggupkah kita bertanggung-jawab atas perbuatan kita?

Mungkin sekarang, saat kita masih hidup, masih kuat, masih sehat, 
Tanpa sadar menulis dengan menjelek-jelekkan orang lain di media sosial adalah bagian dari gaya hidup.
Ngeshare-ngeshare berita yang belum jelas kebenarannya adalah bagian dari menyebarkan informasi.
Tapi kalau informasi itu bener-bener nggak bener gimana? 
Kalau informasi itu membangkitkan kebencian juga gimana?
Kalau informasi itu menyengsarakan orang lain gimana?

Terus nanti, jawabnya ke Allah gimana?

Padahal jelas sekali Allah memerintahkan kita untuk saling menyayangi, menjaga lisan, dan tak membangkitkan kebencian di dalam dada.

Tulisan saya nggak ngejudge siapapun, sama sekali tidak. Hanya sebuah renungan pribadi. Mencoba menelaah makna sebuah tulisan yang terangkai dari kalimat-kalimat. Saya mencintai hidup damai, dengan tulisan dan kalimat yang indah. Kalimat yang sarat maknanya, yang direnungkan sebelum disebar apalagi dipublikasikan. Sebuah kalimat santun yang bisa menjadi bagian dari terapi jiwa. Dan layak untuk diamalkan dalam perbuatan.






No comments:

Post a Comment