Jumat, 11 September 2015 saya
menghadiri kuliah umum dalam rangka Dies Natalis Universitas Padjadjaran ke –
58. Pematerinya adalah Presiden Republik Indonesia ke-6, Bapak Susilo Bambang
Yudhoyono, dengan Judul “Trilogi Pembangunan Abad 21”. Dalam kuliah umum yang
berlangsung kurang lebih satu jam tersebut, Pak SBY menekankan berkali-kali
pada pelestarian lingkungan, demi kehidupan lebih baik. Kalimat yang tak lagi
asing di telinga kita, tentu saja. Saking nggak asingnya, seringkali kalimat
tersebut masuk kuping kanan, keluar kuping kiri. Alias, bosen. Namun kali ini
berbeda. Saya, yang gampang bosen ini justru bisa meresapi betul apa arti
kata-kata Pak SBY.
Tepat seminggu sebelum saya
menghadiri kuliah umum Pak SBY tersebut, Jumat 5 September 2015, Allah
mengizinkan saya untuk melihat dari dekat bagaimana usaha pelestarian
lingkungan itu. Tim kami dikasih kesempatan untuk mengunjungi Blok 5 Taman
Keanekaragaman Hayati di Desa Cikeyeup, Kiara Payung – Jatinangor. Taman kehati
tersebut adalah hasil kerjasama Pertamina Bandung Group dengan BPLHD Jabar (Badan Pengelola
Lingkungan Hidup Daerah). Dari situ, kami berkenalan dengan Pak Didin, seorang
pahlawan tanpa tanda jasa yang merupakan aktifis LSM Peduli Citarum. Beliau
inilah yang tanpa lelah mengurus program reboisasi hutan gundul.
Taman Keanekaragaman Hayati Kiara
Payung sendiri mulai dirintis tahun 2010. Saat itu Pertamina menanam kurang
lebih 800 pohon di Blok 5. Setelah 5 tahun, kurang lebih tampilannya jadi
seperti ini:
Taman Keanekaragaman Hayati Kiara Payung, Jatinangor |
Pasokan Oksigen yang baik membuat langit pun membiru (no edit) |
“Dulunya, tempat ini merupakan lahan gundul bekas
perkebunan Teh di jaman penjajahan Jepang.” Tutur Pak Udin, sang ketua kelompok pemeliharaan
Taman Kehati Kiara Payung. Selanjutnya beliau juga menyatakan, "Setelah ditanami, lingkungan mulai teduh. Debit air
meningkat, langit membiru, dan satwa mulai datang. Mulai dari burung-burung unik,
Elang Jawa, juga spesies lainnya."
Namun seiring datangnya satwa dan lebatnya hutan tersebut, pemburu dan pembalak liar juga mulai berdatangan. Tak sedikit pula warga yang mengambil daun-daun pohon tersebut untuk dijadikan pakan ternak. Pak Udin bahkan pernah diikat di pohon gara-gara melindungi hutan agar tanamannya tidak ditebangi sembarangan dan satwanya tidak diburu.
Namun seiring datangnya satwa dan lebatnya hutan tersebut, pemburu dan pembalak liar juga mulai berdatangan. Tak sedikit pula warga yang mengambil daun-daun pohon tersebut untuk dijadikan pakan ternak. Pak Udin bahkan pernah diikat di pohon gara-gara melindungi hutan agar tanamannya tidak ditebangi sembarangan dan satwanya tidak diburu.
Pohon Sonokeling, Kayunya dijadikan bahan baku untuk membuat Gitar |
Proses Pelabelan pun tidak mudah. Butuh keahlian dan konsistensi tersendiri |
Sudah seperti cerita di sinetron
ya? Tapi itulah kejahatan manusia. Nggak usahlah kita mikir jauh-jauh para “pembakar”
hutan di belantara Sumatera. Di Jatinangor saja kelakuan manusia sudah anarkis
begitu. Padahal kalau hutan lebat, cadangan air pun meningkat. Udara lebih
segar, suhu juga menurun. Nggak terlalu panas. Karena apa? alam sudah
menyediakan oksigen sedemikian banyak, air sedemikian melimpah, persediaan kayu
yang cukup, asalkan kita sebagai manusia nggak serakah. Ambil seperlunya, di
saat yang tepat, dan jangan lupa, tanam kembali. Satu pohon butuh waktu
bertahun-tahun buat dia tumbuh. Bahkan ada yang hingga puluhan tahun. Tapi
menebangnya hanya butuh sepersekian menit. Alam jadi nggak seimbang karenanya.
Contoh saja, Pak Udin bukanlah seorang akademisi. Bukan juga orang yang memiliki latar belakang pendidikan formal bidang lingkungan maupun Biologi. Pak Udin adalah orang desa yang sejak kecil akrab dengan alam. Beliau memahami alam dan segala perilakunya melalui pengalaman. Melalui pengamatan langsung serta berbekal kearifan manusia.
Contoh saja, Pak Udin bukanlah seorang akademisi. Bukan juga orang yang memiliki latar belakang pendidikan formal bidang lingkungan maupun Biologi. Pak Udin adalah orang desa yang sejak kecil akrab dengan alam. Beliau memahami alam dan segala perilakunya melalui pengalaman. Melalui pengamatan langsung serta berbekal kearifan manusia.
Bersama Para Volunteer Pelestari Lingkungan |
Usaha pemerintah sudah oke kok. Buktinya
sekarang perusahaan sudah menggiatkan usaha pelestarian keanekaragaman hayati
karena hal tersebut menjadi wajib, dengan adanya Undang-undang yang mengatur. Tinggal
kita saja sebagai masyarakat turut membantu program tersebut. Kalau nggak bantu
pun nggak apa-apa. Tapi, jangan rusak lingkungan kita. Minimal, jangan buang
sampah sembarangan. Nggak usah juga selalu mencibir pemerintah. Nanti percuma
mulut monyong tapi nggak ngefek apa-apa tanpa disertai partisipasi. Ayo mulai
dari diri kita sendiri. Mulai dari yang kecil.
Karena hukum alam itu pasti. Ketika
kita bersahabat dengannya, Ia pun akan bersikap jauh lebih bersahabat dengan kita.
Siapa menebar benih, dia yang akan menuainya.
No comments:
Post a Comment