Dulu
kau yang mengajarkan aku, kalau menutup aurat wajib hukumnya.
Dulu
kau yang tak bosannya memperkenalkan padaku, betapa indah dan nikmatnya islam
itu.
Dulu
kau yang menjelaskan padaku, bagaimana semestinya seorang wanita bersikap.
Kau,
adalah seorang sahabat yang memberiku pemakluman lebih. Tidak memandangku
sebelah mata, meskipun saat itu penampilanku bertolak-belakang denganmu. Santun
tingkah lakumu, ringan tanganmu, halusnya tutur katamu, membuat hatiku trenyuh.
Terlebih ketika di suatu malam sunyi, aku mendengar lembut suaramu saat
melantunkan ayat suci. Betapa indah dan damainya. Sehingga lambat laun, aku
mengikuti jejakmu.
Kukenakan
penutup kepala dan kubalut tubuhku dengan pakaian muslimah.
Hari
pertama kau tahu aku berhijrah, senyummu tersungging lebih lebar dari biasanya.
Matamu berbinar saat menatapku. Dan saat itu kau mengucap kalimat, Subhanallah...
Keesokan
harinya, kutemukan sebuah kotak yang dibungkus kertas kado. Diletakkan rapi di
atas meja belajarku. Kukira kotak itu salah alamat, karena aku sedang tidak
berulangtahun. Aku pun tidak habis memenangkan suatu perlombaan, hingga aku
pantas diberi hadiah. Namun seorang kawan bilang, kotak itu memang buatku.
Pemberianmu, ukhti...
Kubuka
kotak itu. Sehelai jilbab hitam bersulamkan benang emas dan sebuah buku islami
menyembul keluar. Kubentangkan jilbab itu, lalu aku mematutnya di depan cermin.
Pilihanmu sungguh cocok untukku, ukhti...aku sangat menyukainya.
Selanjutnya
kubuka buku pemberianmu. Di lembar pertamanya, terselipkan secarik kertas putih
yang ditorehkan tulisan tanganmu. Isinya, “Barakallah ukhti, semoga istiqamah.”
Kuaminkan
berkali-kali.
Mungkin
kau tidak tahu, betapa haru menyeruak dalam dadaku saat itu. Kuciumi buku dan
jilbab pemberianmu sambil berlinang airmata. Kudoakan agar kau pun selalu
istiqamah di jalan Allah, hingga maut menjemput.
Beberapa
tahun berselang, kenyataan justru berkata lain. Kau yang biasanya terbalut
hijab panjangmu, kini menanggalkannya. Dengan riang kau membiarkan mahkotamu
dilihat oleh semua mata. Kau lepaskan pelindungmu dan kau ganti dengan
warna-warni duniamu yang baru.
Tahukah
kau, betapa terkejutnya aku dengan hal itu? Betapa hatiku hancur melihat
penampilanmu kini, hingga aku kembali meneteskan airmata saat menatap foto terbarumu.
Namun kali ini, bukan keharuan yang menyeruak, melainkan kesedihan yang menesak
dalam dada. Karena sebagai sahabat, aku tak bisa membantumu mempertahankan
hijabmu.
Ukhti...
Aku
memang tak punya hak apapun atas dirimu dan penampilanmu.
Aku
hanya orang yang menyayangimu sebagai sahabat dan saudara sesama muslim.
Tapi
kumohon, kembalilah...
Jangan
kau turuti apa yang semestinya kau jauhi
Jangan
kau menjauh dari Dzat Agung, tempat semestinya kau menghambakan diri
Aku
hanya bisa mendoakanmu agar kau selalu ingat,
Tidak
ada satu pun doa yang tidak didengar oleh Allah SWT
Dia
Maha Mendengar, Maha Melihat lagi Maha Mengetahui
Dia
menguji kesabaranmu, karena Dia sangat mencintaimu.
Dia
ingin agar kau lebih dekat denganNya dan selalu memohon padaNya
Jika
sudah saatnya, pasti Dia memberikanmu kehidupan yang indah
Kehidupan
yang bahkan tak pernah bisa kau bayangkan betapa indahnya, buah dari
kesabaranmu selama ini.
Maka
dari itu kumohon,
Jangan
lepas jilbabmu, ukhti...
No comments:
Post a Comment