Lumayan jauh
juga lho kami jalan kaki. Efek kekenyangan, jalannya jadi gigi satu. Alias
alon-alon asal kelakon. Melihat Pusat Grosir Solo, tergoda hati ingin belanja.
Tapi kan kami kesini utamanya mau jalan-jalan. Akhirnya karena kaki pegel, kami
naik becak. Tujuan berikutnya : Museum Batik Danarhadi. Lagi-lagi kami naik becak
bertiga, dengan posisi saya dipangku. Terima saja lah kodrat orang kurus. Di
jalan kami sampai dilihatin sama cowok ganteng. Asli ganteng! Si Bhekti sampai
nggak berkedip tuh melihat mas-mas berbatik coklat, berkulit kuning langsat.
#Jiahhh...saya juga denk. Kapan lagi coba ngeceng? Tapi kami harus berucap,
Daddaa....
Sekitar lima
belas menit, kami sampai di depan sebuah bangunan yang anggun, bercat putih nan
megah. Ckckckck...kereeen...
Ternyata itu
sebuah kafe. Sempat terbersit dalam hati, ingin mencicipi menu di kafe itu.
Padahal si perut sudah kekenyangan hehehe...
Kami pun
langsung masuk ke gerai batik Danarhadi. Museumnya dimana, ya??? Tanya ke
resepsionis, kami diberikan tiket, dan disuruh bayar IDR 25ribu. Begitu
masukk....wuihh kereeeen...aneka macam batik ada disitu. Lengkap. Super
lengkap. Koleksi pribadi pemilik Danarhadi. Kami didampingi seorang pemandu
yang baik hati dan tidak sombong. Namanya Mbak Erna. Halo mbak Erna...masih
inget kami nggak?
Mbak Erna ini
lulusan Sastra Inggris UNS. Darinya, kami tahu kalau seluruh pegawai dan staf
Danarhadi yang bekerja di outlet Danarhadi Solo, minimal lulusan S1 dan mahir
berbahasa Inggris. Hal ini memang sudah jadi syarat dan ketentuan wajib jika
ingin menjadi pegawai di Danarhadi. Alasannya, supaya mereka bisa menerangkan
tentang Batik ke wisatawan mancanegara. Demi batik yang mendunia. Disini Mbak
Erna menerangkan asal-usul batik, satu persatu. Banyak banget deh pengetahuan
soal batik yang didapat. Mulai dari filosofinya, kemudian motif-motifnya seperti
batik parang, batik tiga nagari, batik encim, batik sogan, pokoknya semua batik
deh. Harganya rata-rata puluhan sampai ratusan juta. Banyak diantaranya
tergolong batik yang langka. Aduh...jadi makin cinta deh sama Indonesia.
Kainnya luar biasa! Ini baru batik lho...belum songket, tenun ikat, tapis,
ulos, dan lain sebagainya. Sayang, kami nggak boleh mengambil gambar di museum
ini.
Pabrik Batik Danarhadi |
Selesai di
museum, kami diajak melihat proses pembuatan batik. Mungkin ini pertama kalinya
saya melihat orang membatik. Saya tercengang. Kagum. Sungguh luar biasa. Saya
jadi makin menghargai batik. Prosesnya panjang, memerlukan kesabaran dan
ketelatenan tingkat tinggi. Ibu-ibu pembatik sangatlah ramah. Saya disuruh
mencobanya, tapi baru sebentar sudah pusing duluan. Besok lah, saya les
membatik. Coba-coba.
Menggambar Pola Batik |
Berpose dengan ibu-ibu pembatik |
Diajari membatik |
Sebelum melihat
proses ini, saya kira membuat batik cap itu gampang. Memang sih, pembuatannya
tak serumit batik tulis. Namun ternyata...batik cap tak kalah rumitnya.
Rata-rata yang mengerjakan adalah para lelaki. Karena menurut Mbak Erna,
cetakan batik yang terbuat dari tembaga itu berat. Saya mencoba mengangkat satu
alat cetak batik yang sudah tidak terpakai. Oh my God! Beraaat!!! Berapa kilo
nihhh??? Belum lagi menyatukan motifnya. Susah lho...
Para lelaki membuat batik cap |
Proses membuat batik cap |
Cetakan batik yang terbuat dari tembaga |
Saya sempat
mengobrol dengan salah seorang bapak pembuat batik cap. Beliau mengatakan,
kalau satu helai batik dapat Ia selesaikan dalam tiga hari. Berbeda dengan
batik tulis yang prosesnya bisa memakan waktu berminggu-minggu, bahkan
berbulan-bulan lamanya. Tiga hari cuma dapet selembar? Dengan waktu kerja 8-12
jam? Pantesan bapak itu berotot. Saya merekomendasi, buat anda yang suka
ngegym, cobain deh bikin batik cetak. Selembaar...aja. Hihihi...
Bapak itu
terlihat hati-hati sekali saat mencetak motif batik. Ya iyalah...kalau salah
kan harus dibuang. Ulang dari awal. Subhanallah...Amazing! Bahkan hanya dari
satu tempat saja, saya sudah terpesona sedemikian dalamnya dengan negeri ini.
Awalnya, berasa
mahal banget masuk museum doang bayar 25ribu. Tapi begitu membandingkan dengan
pengetahuan dan pengalaman yang didapat, Walaaah, 25ribu sih nggak ada
apa-apanya. Puas bangeeeeettt!!! Highly recommended mengunjungi Museum Ini jika
anda ke Solo. Terletak di pusat kota Solo, anda takkan sulit menemukannya.
Tepatnya di Jl. Slamet Riyadi 261 Surakarta.
Berpose bareng Mbak Erna |
Usut punya usut,
ternyata pacarnya Mbak Erna tuh orang Cirebon. Kakak kelasnya si Bhekti waktu SMA.
Makanya jadi reunian deh...
Pulang dari
museum Danarhadi, kami berniat jalan kaki ke Homestay. Tapi apalah
daya...begitu melihat warung bakso, dengan sendirinya kaki ini belok. Terus
duduk disitu. “Mas! Bakso spesial tiga mangkok!”
Tapi...kali ini
kami harus kecewa. Baksonya nggak enaaak!!! Mana mahal pula! Padahal ini di
Solo lho...kenapa baksonya nggak enak? Apa mungkin para penjual bakso enak di
Solo kabur semua ke Jakarta, Bandung, dan menyebar ke seluruh pelosok
Indonesia? #Hanya mereka dan Tuhan yang tau.
To be continue....
No comments:
Post a Comment