Search This Blog

Sunday, September 22, 2013

Museum Batik Danarhadi



Lumayan jauh juga lho kami jalan kaki. Efek kekenyangan, jalannya jadi gigi satu. Alias alon-alon asal kelakon. Melihat Pusat Grosir Solo, tergoda hati ingin belanja. Tapi kan kami kesini utamanya mau jalan-jalan. Akhirnya karena kaki pegel, kami naik becak. Tujuan berikutnya : Museum Batik Danarhadi. Lagi-lagi kami naik becak bertiga, dengan posisi saya dipangku. Terima saja lah kodrat orang kurus. Di jalan kami sampai dilihatin sama cowok ganteng. Asli ganteng! Si Bhekti sampai nggak berkedip tuh melihat mas-mas berbatik coklat, berkulit kuning langsat. #Jiahhh...saya juga denk. Kapan lagi coba ngeceng? Tapi kami harus berucap, Daddaa....

Sekitar lima belas menit, kami sampai di depan sebuah bangunan yang anggun, bercat putih nan megah. Ckckckck...kereeen...
Ternyata itu sebuah kafe. Sempat terbersit dalam hati, ingin mencicipi menu di kafe itu. Padahal si perut sudah kekenyangan hehehe...

Kami pun langsung masuk ke gerai batik Danarhadi. Museumnya dimana, ya??? Tanya ke resepsionis, kami diberikan tiket, dan disuruh bayar IDR 25ribu. Begitu masukk....wuihh kereeeen...aneka macam batik ada disitu. Lengkap. Super lengkap. Koleksi pribadi pemilik Danarhadi. Kami didampingi seorang pemandu yang baik hati dan tidak sombong. Namanya Mbak Erna. Halo mbak Erna...masih inget kami nggak?

Mbak Erna ini lulusan Sastra Inggris UNS. Darinya, kami tahu kalau seluruh pegawai dan staf Danarhadi yang bekerja di outlet Danarhadi Solo, minimal lulusan S1 dan mahir berbahasa Inggris. Hal ini memang sudah jadi syarat dan ketentuan wajib jika ingin menjadi pegawai di Danarhadi. Alasannya, supaya mereka bisa menerangkan tentang Batik ke wisatawan mancanegara. Demi batik yang mendunia. Disini Mbak Erna menerangkan asal-usul batik, satu persatu. Banyak banget deh pengetahuan soal batik yang didapat. Mulai dari filosofinya, kemudian motif-motifnya seperti batik parang, batik tiga nagari, batik encim, batik sogan, pokoknya semua batik deh. Harganya rata-rata puluhan sampai ratusan juta. Banyak diantaranya tergolong batik yang langka. Aduh...jadi makin cinta deh sama Indonesia. Kainnya luar biasa! Ini baru batik lho...belum songket, tenun ikat, tapis, ulos, dan lain sebagainya. Sayang, kami nggak boleh mengambil gambar di museum ini.

Pabrik Batik Danarhadi
Selesai di museum, kami diajak melihat proses pembuatan batik. Mungkin ini pertama kalinya saya melihat orang membatik. Saya tercengang. Kagum. Sungguh luar biasa. Saya jadi makin menghargai batik. Prosesnya panjang, memerlukan kesabaran dan ketelatenan tingkat tinggi. Ibu-ibu pembatik sangatlah ramah. Saya disuruh mencobanya, tapi baru sebentar sudah pusing duluan. Besok lah, saya les membatik. Coba-coba. 
Menggambar Pola Batik
Berpose dengan ibu-ibu pembatik
Diajari membatik

Sebelum melihat proses ini, saya kira membuat batik cap itu gampang. Memang sih, pembuatannya tak serumit batik tulis. Namun ternyata...batik cap tak kalah rumitnya. Rata-rata yang mengerjakan adalah para lelaki. Karena menurut Mbak Erna, cetakan batik yang terbuat dari tembaga itu berat. Saya mencoba mengangkat satu alat cetak batik yang sudah tidak terpakai. Oh my God! Beraaat!!! Berapa kilo nihhh??? Belum lagi menyatukan motifnya. Susah lho...
Para lelaki membuat batik cap
Proses membuat batik cap

Cetakan batik yang terbuat dari tembaga
Saya sempat mengobrol dengan salah seorang bapak pembuat batik cap. Beliau mengatakan, kalau satu helai batik dapat Ia selesaikan dalam tiga hari. Berbeda dengan batik tulis yang prosesnya bisa memakan waktu berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan lamanya. Tiga hari cuma dapet selembar? Dengan waktu kerja 8-12 jam? Pantesan bapak itu berotot. Saya merekomendasi, buat anda yang suka ngegym, cobain deh bikin batik cetak. Selembaar...aja. Hihihi...

Bapak itu terlihat hati-hati sekali saat mencetak motif batik. Ya iyalah...kalau salah kan harus dibuang. Ulang dari awal. Subhanallah...Amazing! Bahkan hanya dari satu tempat saja, saya sudah terpesona sedemikian dalamnya dengan negeri ini.

Awalnya, berasa mahal banget masuk museum doang bayar 25ribu. Tapi begitu membandingkan dengan pengetahuan dan pengalaman yang didapat, Walaaah, 25ribu sih nggak ada apa-apanya. Puas bangeeeeettt!!! Highly recommended mengunjungi Museum Ini jika anda ke Solo. Terletak di pusat kota Solo, anda takkan sulit menemukannya. Tepatnya di Jl. Slamet Riyadi 261 Surakarta.
Berpose bareng Mbak Erna
Usut punya usut, ternyata pacarnya Mbak Erna tuh orang Cirebon. Kakak kelasnya si Bhekti waktu SMA. Makanya jadi reunian deh...
Pulang dari museum Danarhadi, kami berniat jalan kaki ke Homestay. Tapi apalah daya...begitu melihat warung bakso, dengan sendirinya kaki ini belok. Terus duduk disitu. “Mas! Bakso spesial tiga mangkok!”


Tapi...kali ini kami harus kecewa. Baksonya nggak enaaak!!! Mana mahal pula! Padahal ini di Solo lho...kenapa baksonya nggak enak? Apa mungkin para penjual bakso enak di Solo kabur semua ke Jakarta, Bandung, dan menyebar ke seluruh pelosok Indonesia? #Hanya mereka dan Tuhan yang tau. 

To be continue....

No comments:

Post a Comment