Sebuah catatan perjalanan jalan-jalan sendirian di Belitung.
Day - 1
Ini adalah kali ketiga saya
ber-Solo traveling. Pertama keliling Ternate, kemudian Manado, dan setelah tiga
tahun vakum ber-solo Trip, di bulan Agustus 2015 kesampean juga jalan-jalan
sendirian ke Negeri Laskar Pelangi. Sebuah tempat cantik dan eksotis yang nongkrong
dalam “my travel list” selama setahun.
Persiapannya hanya dua hari
menjelang keberangkatan. Mulai dari pesen kendaraan sampai penginapan. Kalau
tiket pesawat sih sudah saya siapkan kurang lebih lima bulan sebelumnya.
Memanfaatkan reward poin dari Garuda Indonesia. Kalau Harga Normal, biasanya GA mematok sekitar Rp. 1.200.000 PP untuk tiket promo.
Anyway...saya berangkat dari
Bandung, terus mampir ke rumah ortu dulu di BSD. Baru esok harinya cus ke
Bandara Soekarno – Hatta dengan xtrans BSD-Bandara. Tarifnya Rp. 50 ribu. Karena sudah check-in
sehari sebelumnya, saya jadi super santai deh naik travel yang jam 9.
Exciting moment in Soekarno-Hatta Airport |
Penerbangan saya jam 11.30 menuju
Bandara Sultan Hanandjoedin Tanjung Pandan, Belitung. Alhamdulillah pesawatnya
tepat waktu, dan cuaca juga sangat mendukung. Tuh kan...kalau Allah sudah
berkehendak, semua dimudahkan deh pokoknya.
Belitung Island from the top |
Bandara Sultan Hanandjoeddin, Tanjung Pandan |
Perjalanan Jakarta –
Tanjungpandan ditempuh dalam waktu kurang lebih 40 menit tanpa halangan yang
berarti, sehingga sekitar jam 12.15 saya sudah mendarat dengan selamat di
Bandara Sultan Hanandjoedin Tanjung Pandan. Keluar Bandara, saya pilih taksi sharing cost dengan penumpang lain. Tarif taksi per orang Rp. 40 ribu. Tapi kalau mau sendirian Rp. 150 ribu.
Di Belitung nggak ada taksi argo,
jadi memang hanya ada taksi yang mobilnya minibus gitu sejenis avanza, xenia,
dan teman-temannya lah ya. Ada juga angkutan umum (angkot), tapi jumlahnya
teramat sangat sedikit. Bisa berjam-jam nunggunya. Jadi disarankan naik taksi saja.
Anyway...Saya kira saya bakalan
nunggu lama untuk dapat teman seperjalanan, tapi ternyata nggak. Hanya sekitar
sepuluh menit saya nunggu sambil update status, eeh...sudah dipanggil pak
supirnya.
Teman seperjalanan ini seorang
bapak yang lagi ada urusan bisnis di Belitung, dan dia menginap di hotel Grand
Hatika. Searah dengan penginapan yang sudah saya booking. Perjalanan dari
Bandara Hanandjoeddin ke penginapan hanya sekitar 30 menitan, dengan kondisi
jalan mulus dan tanpa ditemani kemacetan.
Sepanjang perjalanan dari Bandara
ke pengingapan, di Kanan kiri jalan saya melihat tanah gersang, bekas
penggalian timah yang masih menganga, dan jumlah rumah yang tak seberapa. Saya
menikmati betul suasananya, dan sikap heran bapak teman seperjalanan saya, juga
pak supir. Dikiranya saya mau dinas, karena sendirian. Tapi pas saya bilang
saya memang sengaja traveling sendirian, kedua orang itu hanya geleng-geleng
kepala. Benar-benar pemberani, kata mereka. Hehehe...
Bundaran Batu Satam |
Akhirnya, saya sampai juga deh ke
Penginapan Surya, yang ada di Jalan Depati Endek No. 10. Saya memilih
penginapan ini atas rekomendasi teman-teman backpacker Indonesia. Katanya kalau
saya traveling sendirian, apalagi cewek, lebih baik nginepnya di tengah kota
yang ramai. Supaya aman. Ya sudah, saya booking saja penginapan untuk 3 malam
sekaligus.
Penginapannya sederhana,
menempati lantai dua Gedung Toko Emas di kawasan Pecinan Tanjung Pandan dengan
bangunan yang juga sederhana. Meskipun sederhana, lokasinya benar-benar
strategis. Nggak jauh dari bundaran Batu Satam dan pusat kuliner enak andalan
Belitung. Pokoknya sudah oke banget lah buat saya yang sendirian, dan pengen
semua ditempuh pakai jalan kaki. Cari makan gampang, cari tempat nongkrong
gampang, dan....penginapan Surya hanya berjarak sepelemparan batu ke kantor
Garuda Indonesia. In case ada apa-apa dengan jadwal penerbangan saya, gampang
kan ya larinya.
Nah, ini dia kondisi penginapan
saya :
Penginapan Surya |
Saya memilih kamar VIP standar,
yang fasilitasnya ada tempat tidur twin bed dan AC. Kamar mandi memang di luar,
tapi kondisi kamar mandi tersebut bersih kok. Penginapannya juga bersih. Kamar
saya kebetulan tepat berada di depan mushala, jadi merasa aman dan tentram :D
Harga sewa kamar per malam Rp. 120.000. Kalau buat saya fasilitas segitu
cukup, bisa untuk melepas lelah, sekaligus nyaman. Karena memang tujuan utama
saya adalah jalan-jalan di Belitung, bukan pengen ngendon di kamar.
Sampai di kamar, saya memutuskan
untuk shalat, dan istirahat sebentar. Setelahnya, saya langsung cus ke Mie Atep
Belitung yang tersohor itu. Semula saya kira saya harus naik kendaraan untuk
menuju ke Mie Atep tersebut. Tapi ternyata cukup jalan kaki 3 menitan, sudah
sampai deh di depan Warung Mie Atep.
Jalan Sriwijaya, Lokasi Warung Mie Atep Belitung |
Mie Atep Belitung dan Segelas Es Jeruk Kunci |
Enaknya lagi di Belitung,
meskipun saya sendirian, nggak ditanya macam-macam. Saya tetap bisa menikmati
suasana tanpa harus menerima tatapan curiga dari orang sekitar. Bisa motret
sana-sini sepuasnya. Rata-rata orang Belitung bicaranya terdengar kasar kalau
buat orang Jawa seperti saya. Tapi sebenarnya, mereka baik-baik kok orangnya.
Very Helpful dan mudah menerima orang baru.
Kondisi warung siang itu tidak
terlalu penuh, malah cenderung sepi. Sehingga tak lama setelah saya memesan,
sepiring mie atep dan segelas es jeruk kunci pun sampai ke meja saya. Porsinya
sedikit ternyata. Atau saya yang lagi kelaparan ya?
Sayang, rasanya agak kurang cocok
di lidah saya. Kurang nendang. Tapi nggak apa-apa deh, kan baru kuliner
pertama. Masih ada 3 hari ke depan untuk berburu kuliner Belitung. Harga Sepiring Mie Atep ini kalau nggak salah Rp. 17.000. Dan segelas es jeruk kunci Rp. 6.000. Jadi Total makan siang saya Rp. 23.000.
Kawasan Kv. Senang |
Selesai makan, saya nongkrong di
Kav. Senang, tepatnya di belakang monumen apa ya namanya...pokoknya di monumen
itu tertulis, “Kemerdekaan Indonesia
telah kami bayr dengan jiwa raga, Kobarkan terus semangat juangmu.” Selanjutnya
dibawahnya tertulis, “Di sini darah kami
tercecer dan jiwa kami melayang, tapi semangat kami pantang surut untuk
kemerdekaan.” –Ahim, Gaparman, Mahidin Tedong, Hayati Mahim, Dani-
Monumen Kemerdekaan |
Kurang lebih di monumen tertulis
itu. Mungkin itu semacam monumen yang dibuat untuk mengenang jasa pahlawan
kemerdekaan, sehingga nama-nama pejuangnya pun terukir disitu.
Kavling ini memang asyik buat
nongkrong-nongkrong. Bisa juga pesan makanan ke ruko-ruko di sekelilingnya yang
menjual aneka menu masakan Belitung, untuk kemudian dinikmati disini. Tapi
kalau mau sekedar duduk-duduk juga nggak apa-apa. Nggak ada yang menegur atau
ngusir kok. Hehe...
Saya menghabiskan waktu kurang
lebih setengah jam disini, sambil motret Bundaran Batu Satam, juga
bangunan-bangunan heritage di sekitarnya. Setelahnya, saya jalan-jalan
keliling, dan melihat “mall” Kota Tanjung Pandan, Barata Department Store. Mungkin
kalau di Bandung semacam toko seperti Borma gitu ya. Nggak terlalu besar dan
nggak banyak pilihan, tapi lumayan lah bisa mengakomodir kebutuhan masyarakat
Tanjung Pandan. Tak lupa juga saya mampir ke toko souvenir di Kv. Senang. Satu-satunya toko souvenir disitu. Saya beli magnet kulkas, dan pajangan dalam bentuk kerang. Nggak terlalu banyak variasi soalnya, dan menurut saya magnet kulkas lah yang paling lumayan buat dijadikan oleh-oleh. Kebanyakan motifnya sih tentang pantai-pantai di Tanjung Pandan, juga Icon Laskar Pelangi.
Sebetulnya kaki masih ingin
jalan-jalan, tapi matahari jam 14.30 di Tanjung Pandan terlalu panas buat saya.
Sehingga saya memutuskan untuk kembali ke penginapan untuk istirahat barang
sejenak. Si mbak yang jaga penginapan senyum-senyum lihat saya yang kepanasan. Dia
menyarankan, kalau saya mau jalan-jalan, sorean saja sekitar jam 5. Bisa lihat
sunset di Pantai Tanjung Pendam. Saya pun setuju. Dan si Mbaknya langsung
pesenin saya Ojek untuk mengantar saya melihat sunset. Tarifnya murah, hanya
sekitar 10 ribu sekali jalan. Jadi PP Rp. 20.000 saja.
Saat istirahat siang, rasanya
damai banget dengerin nyanyian burung walet yang berasal dari gedung yang tak
jauh dari Hotel. Ya, disini memang kawasan Pecinan yang didominasi peternak
burung walet. Gedung-gedung besar dan kuno itu terlihat gelap dan dingin karena
di dalamnya tersimpan “harta karun” pemiliknya.
Kalau di China sana, sarang
burung Walet dianggap sebagai makanan lezat dan memiliki banyak khasiat buat
kesehatan. Terutama sih katanya untuk mengobati berbagai macam penyakit,
mencegah penuaan, dan lain sebagainya. Orang China bilang kalau Sarang burung
Walet itu disebut sebagai "Ying"
atau makanan dingin. Dan konon juga ceritanya, sup sarang burung walet dulunya
adalah hidangan yang biasa disantap oleh keluarga Dinasti, alias keluarga
Kerajaan. Jadi makanan tersebut dianggap istimewa dan harganya fantastis.
Yuk Mari...kembali lagi ke selera
sih kalau menurut saya. karena di mata saya orang awam, sarang burung Walet
adalah sesuatu yang menyeramkan buat dimakan. Lebih baik makan dagingnya deh
hehehe...
Tepat jam 17.00 WIB, saya dijemput Pak Hasmin, yang bakal nganterin saya ke Pantai Tanjung Pendam. Bapaknya asli orang Belitung, dan ramah banget. Beliau tahu dan hafal banget tuh seluk beluk kotanya. Dan, nggak tahu kenapa, setiap saya masuk ke Pantai itu nggak dikenai retribusi. Rata-rata penjaga pantai kenal dengan Pak Hasmin. Hehe...
Kapal Nelayan di Pantai Tanjung Pendam |
Suasana Sore di Pantai Tanjung Pendam |
Saya duduk diam di Pantai Tanjung Pendam, menikmati laut, wara-wiri kapal nelayan, dan angin sepoi-sepoi di tepian pantai. Sejuk memang, jauh berbeda dengan kondisi tadi siang yang panas menyengat. Kalau sore, disini juga banyak warga yang beraktifitas. Bersepeda, makan kelapa muda, atau sekedar duduk-duduk di tepian pantai seperti saya.
Sayangnya, sore itu agak berawan sehingga matahari bersembunyi di balik kabut. Hanya ini foto sunset yang saya dapatkan di Tanjung Pendam. Padahal menurut Pak Hasmin, biasanya matahari tenggelam disini bulat sempurna, memancarkan cahaya keemasan yang berkilau.
Sunset di Tanjung Pendam |
Nggak apa-apa lah ya...kan biar jadi alasan supaya saya kembali lagi ke tempat ini. Karena pada setiap liburan, harus ada sesuatu yang disisakan dan belum ternikmati sempurna. Supaya ada rasa penasaran dan akhirnya balik lagi ke tempat ini.
Adzan Maghrib, saya pun diantar pulang ke penginapan oleh Pak Hasmin. Tapi sebelumnya, saya mampir dulu di restaurant yang menjual makanan Padang, tapi dikombinasikan dengan citarasa Belitung. Nah lo, penasaran kan?
Restaurantnya sederhana, tapi dekorasinya menarik. Terletak tak jauh dari Jalan Dipati Endek (sebelah Warung Kopi Kong Djie), dan merupakan salah satu pusat gaul anak muda di Tanjung Pandan. Saya memesan makanan sederhana juga, sambel terong dengan Sate ikan. Kata si ibu penjualnya sih sate ikan ini merupakan menu favorit. Ini penampakannya :
Sate Ikan, perpaduan Masakan Padang dengan Bumbu Belitung |
Sesampainya di penginapan, saya coba buka makanan yang saya beli. Khas Nasi Padang, dibungkus dan banyak sambal disitu. Tapi sambalnya tak terlalu pedas, dan rasanya lezat. Si Sate ikan ini juga ternyata dibungkus daun jati. Bentuknya seperti otak-otak kalau menurut saya. Rasanya...OMG, super lezat. Rasa Ikannya sangat terasa, dan bumbunya menyatu sempurna sehingga tidak menyisakan rasa amis. Duh...nyesel deh tadi belinya cuma satu. Buat anda yang ke Belitung, highly recommended deh nyoba menu yang satu ini. Hanya dengan Rp. 21.000 rupiah, saya sudah dapat satu porsi makanan dan satu botol air mineral 600ml. Nggak mahal kan?
Bersambung....
Day 2 - Menyapa Belitung Timur
mantap ini, kalo berkunjung ke blitung..... maju terus wisata blitung
ReplyDeleteSalam kenal,Bisa kirim rincian biaya selama di belitung ke alamat email jumratul.akbar09@gmail.com
ReplyDeleteKalo ada yg ingin backpaker ke belitung , ajak saya ya di 085319740557
ReplyDeleteSaya akan bacpacker ke Belitung 8 Januari, yang mau gabung bisa kontak saya di novitri.setyowati@gmail.com :)
ReplyDeletebareng boleh mbk?
DeleteSaya inbox ya mba
ReplyDeleteSaya inbox ya mba
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDelete