Search This Blog

Tuesday, November 10, 2015

Solo Traveling ke Belitung? Siapa takut???



Sebuah catatan perjalanan jalan-jalan sendirian di Belitung.

Day - 1

Ini adalah kali ketiga saya ber-Solo traveling. Pertama keliling Ternate, kemudian Manado, dan setelah tiga tahun vakum ber-solo Trip, di bulan Agustus 2015 kesampean juga jalan-jalan sendirian ke Negeri Laskar Pelangi. Sebuah tempat cantik dan eksotis yang nongkrong dalam “my travel list” selama setahun.

Persiapannya hanya dua hari menjelang keberangkatan. Mulai dari pesen kendaraan sampai penginapan. Kalau tiket pesawat sih sudah saya siapkan kurang lebih lima bulan sebelumnya. Memanfaatkan reward poin dari Garuda Indonesia. Kalau Harga Normal, biasanya GA mematok sekitar Rp. 1.200.000 PP untuk tiket promo.

Anyway...saya berangkat dari Bandung, terus mampir ke rumah ortu dulu di BSD. Baru esok harinya cus ke Bandara Soekarno – Hatta dengan xtrans BSD-Bandara. Tarifnya Rp. 50 ribu. Karena sudah check-in sehari sebelumnya, saya jadi super santai deh naik travel yang jam 9. 

Exciting moment in Soekarno-Hatta Airport
Penerbangan saya jam 11.30 menuju Bandara Sultan Hanandjoedin Tanjung Pandan, Belitung. Alhamdulillah pesawatnya tepat waktu, dan cuaca juga sangat mendukung. Tuh kan...kalau Allah sudah berkehendak, semua dimudahkan deh pokoknya.

Belitung Island from the top
Bandara Sultan Hanandjoeddin, Tanjung Pandan
Perjalanan Jakarta – Tanjungpandan ditempuh dalam waktu kurang lebih 40 menit tanpa halangan yang berarti, sehingga sekitar jam 12.15 saya sudah mendarat dengan selamat di Bandara Sultan Hanandjoedin Tanjung Pandan. Keluar Bandara, saya pilih taksi sharing cost dengan penumpang lain. Tarif taksi per orang Rp. 40 ribu. Tapi kalau mau sendirian Rp. 150 ribu.

Di Belitung nggak ada taksi argo, jadi memang hanya ada taksi yang mobilnya minibus gitu sejenis avanza, xenia, dan teman-temannya lah ya. Ada juga angkutan umum (angkot), tapi jumlahnya teramat sangat sedikit. Bisa berjam-jam nunggunya. Jadi disarankan naik taksi saja.

Anyway...Saya kira saya bakalan nunggu lama untuk dapat teman seperjalanan, tapi ternyata nggak. Hanya sekitar sepuluh menit saya nunggu sambil update status, eeh...sudah dipanggil pak supirnya. 

Teman seperjalanan ini seorang bapak yang lagi ada urusan bisnis di Belitung, dan dia menginap di hotel Grand Hatika. Searah dengan penginapan yang sudah saya booking. Perjalanan dari Bandara Hanandjoeddin ke penginapan hanya sekitar 30 menitan, dengan kondisi jalan mulus dan tanpa ditemani kemacetan. 

Sepanjang perjalanan dari Bandara ke pengingapan, di Kanan kiri jalan saya melihat tanah gersang, bekas penggalian timah yang masih menganga, dan jumlah rumah yang tak seberapa. Saya menikmati betul suasananya, dan sikap heran bapak teman seperjalanan saya, juga pak supir. Dikiranya saya mau dinas, karena sendirian. Tapi pas saya bilang saya memang sengaja traveling sendirian, kedua orang itu hanya geleng-geleng kepala. Benar-benar pemberani, kata mereka. Hehehe... 
Bundaran Batu Satam
Akhirnya, saya sampai juga deh ke Penginapan Surya, yang ada di Jalan Depati Endek No. 10. Saya memilih penginapan ini atas rekomendasi teman-teman backpacker Indonesia. Katanya kalau saya traveling sendirian, apalagi cewek, lebih baik nginepnya di tengah kota yang ramai. Supaya aman. Ya sudah, saya booking saja penginapan untuk 3 malam sekaligus. 

Penginapannya sederhana, menempati lantai dua Gedung Toko Emas di kawasan Pecinan Tanjung Pandan dengan bangunan yang juga sederhana. Meskipun sederhana, lokasinya benar-benar strategis. Nggak jauh dari bundaran Batu Satam dan pusat kuliner enak andalan Belitung. Pokoknya sudah oke banget lah buat saya yang sendirian, dan pengen semua ditempuh pakai jalan kaki. Cari makan gampang, cari tempat nongkrong gampang, dan....penginapan Surya hanya berjarak sepelemparan batu ke kantor Garuda Indonesia. In case ada apa-apa dengan jadwal penerbangan saya, gampang kan ya larinya.

Nah, ini dia kondisi penginapan saya : 

Penginapan Surya
Saya memilih kamar VIP standar, yang fasilitasnya ada tempat tidur twin bed dan AC. Kamar mandi memang di luar, tapi kondisi kamar mandi tersebut bersih kok. Penginapannya juga bersih. Kamar saya kebetulan tepat berada di depan mushala, jadi merasa aman dan tentram :D Harga sewa kamar per malam Rp. 120.000. Kalau buat saya fasilitas segitu cukup, bisa untuk melepas lelah, sekaligus nyaman. Karena memang tujuan utama saya adalah jalan-jalan di Belitung, bukan pengen ngendon di kamar. 

Sampai di kamar, saya memutuskan untuk shalat, dan istirahat sebentar. Setelahnya, saya langsung cus ke Mie Atep Belitung yang tersohor itu. Semula saya kira saya harus naik kendaraan untuk menuju ke Mie Atep tersebut. Tapi ternyata cukup jalan kaki 3 menitan, sudah sampai deh di depan Warung Mie Atep. 

Jalan Sriwijaya, Lokasi Warung Mie Atep Belitung
Mie Atep Belitung dan Segelas Es Jeruk Kunci
Enaknya lagi di Belitung, meskipun saya sendirian, nggak ditanya macam-macam. Saya tetap bisa menikmati suasana tanpa harus menerima tatapan curiga dari orang sekitar. Bisa motret sana-sini sepuasnya. Rata-rata orang Belitung bicaranya terdengar kasar kalau buat orang Jawa seperti saya. Tapi sebenarnya, mereka baik-baik kok orangnya. Very Helpful dan mudah menerima orang baru.

Kondisi warung siang itu tidak terlalu penuh, malah cenderung sepi. Sehingga tak lama setelah saya memesan, sepiring mie atep dan segelas es jeruk kunci pun sampai ke meja saya. Porsinya sedikit ternyata. Atau saya yang lagi kelaparan ya?

Sayang, rasanya agak kurang cocok di lidah saya. Kurang nendang. Tapi nggak apa-apa deh, kan baru kuliner pertama. Masih ada 3 hari ke depan untuk berburu kuliner Belitung. Harga Sepiring Mie Atep ini kalau nggak salah Rp. 17.000. Dan segelas es jeruk kunci Rp. 6.000. Jadi Total makan siang saya Rp. 23.000.

Kawasan Kv. Senang
Selesai makan, saya nongkrong di Kav. Senang, tepatnya di belakang monumen apa ya namanya...pokoknya di monumen itu tertulis, “Kemerdekaan Indonesia telah kami bayr dengan jiwa raga, Kobarkan terus semangat juangmu.” Selanjutnya dibawahnya tertulis, “Di sini darah kami tercecer dan jiwa kami melayang, tapi semangat kami pantang surut untuk kemerdekaan.” –Ahim, Gaparman, Mahidin Tedong, Hayati Mahim, Dani-

Monumen Kemerdekaan
Kurang lebih di monumen tertulis itu. Mungkin itu semacam monumen yang dibuat untuk mengenang jasa pahlawan kemerdekaan, sehingga nama-nama pejuangnya pun terukir disitu. 

Kavling ini memang asyik buat nongkrong-nongkrong. Bisa juga pesan makanan ke ruko-ruko di sekelilingnya yang menjual aneka menu masakan Belitung, untuk kemudian dinikmati disini. Tapi kalau mau sekedar duduk-duduk juga nggak apa-apa. Nggak ada yang menegur atau ngusir kok. Hehe...

Saya menghabiskan waktu kurang lebih setengah jam disini, sambil motret Bundaran Batu Satam, juga bangunan-bangunan heritage di sekitarnya. Setelahnya, saya jalan-jalan keliling, dan melihat “mall” Kota Tanjung Pandan, Barata Department Store. Mungkin kalau di Bandung semacam toko seperti Borma gitu ya. Nggak terlalu besar dan nggak banyak pilihan, tapi lumayan lah bisa mengakomodir kebutuhan masyarakat Tanjung Pandan. Tak lupa juga saya mampir ke toko souvenir di Kv. Senang. Satu-satunya toko souvenir disitu. Saya beli magnet kulkas, dan pajangan dalam bentuk kerang. Nggak terlalu banyak variasi soalnya, dan menurut saya magnet kulkas lah yang paling lumayan buat dijadikan oleh-oleh. Kebanyakan motifnya sih tentang pantai-pantai di Tanjung Pandan, juga Icon Laskar Pelangi.

Sebetulnya kaki masih ingin jalan-jalan, tapi matahari jam 14.30 di Tanjung Pandan terlalu panas buat saya. Sehingga saya memutuskan untuk kembali ke penginapan untuk istirahat barang sejenak. Si mbak yang jaga penginapan senyum-senyum lihat saya yang kepanasan. Dia menyarankan, kalau saya mau jalan-jalan, sorean saja sekitar jam 5. Bisa lihat sunset di Pantai Tanjung Pendam. Saya pun setuju. Dan si Mbaknya langsung pesenin saya Ojek untuk mengantar saya melihat sunset. Tarifnya murah, hanya sekitar 10 ribu sekali jalan. Jadi PP Rp. 20.000 saja.

Saat istirahat siang, rasanya damai banget dengerin nyanyian burung walet yang berasal dari gedung yang tak jauh dari Hotel. Ya, disini memang kawasan Pecinan yang didominasi peternak burung walet. Gedung-gedung besar dan kuno itu terlihat gelap dan dingin karena di dalamnya tersimpan “harta karun” pemiliknya.
Kalau di China sana, sarang burung Walet dianggap sebagai makanan lezat dan memiliki banyak khasiat buat kesehatan. Terutama sih katanya untuk mengobati berbagai macam penyakit, mencegah penuaan, dan lain sebagainya. Orang China bilang kalau Sarang burung Walet itu disebut sebagai "Ying" atau makanan dingin. Dan konon juga ceritanya, sup sarang burung walet dulunya adalah hidangan yang biasa disantap oleh keluarga Dinasti, alias keluarga Kerajaan. Jadi makanan tersebut dianggap istimewa dan harganya fantastis.
Yuk Mari...kembali lagi ke selera sih kalau menurut saya. karena di mata saya orang awam, sarang burung Walet adalah sesuatu yang menyeramkan buat dimakan. Lebih baik makan dagingnya deh hehehe...

Tepat jam 17.00 WIB, saya dijemput Pak Hasmin, yang bakal nganterin saya ke Pantai Tanjung Pendam. Bapaknya asli orang Belitung, dan ramah banget. Beliau tahu dan hafal banget tuh seluk beluk kotanya. Dan, nggak tahu kenapa, setiap saya masuk ke Pantai itu nggak dikenai retribusi. Rata-rata penjaga pantai kenal dengan Pak Hasmin. Hehe...

Kapal Nelayan di Pantai Tanjung Pendam
Suasana Sore di Pantai Tanjung Pendam
Saya duduk diam di Pantai Tanjung Pendam, menikmati laut, wara-wiri kapal nelayan, dan angin sepoi-sepoi di tepian pantai. Sejuk memang, jauh berbeda dengan kondisi tadi siang yang panas menyengat. Kalau sore, disini juga banyak warga yang beraktifitas. Bersepeda, makan kelapa muda, atau sekedar duduk-duduk di tepian pantai seperti saya.

Sayangnya, sore itu agak berawan sehingga matahari bersembunyi di balik kabut. Hanya ini foto sunset yang saya dapatkan di Tanjung Pendam. Padahal menurut Pak Hasmin, biasanya matahari tenggelam disini bulat sempurna, memancarkan cahaya keemasan yang berkilau. 
Sunset di Tanjung Pendam
Nggak apa-apa lah ya...kan biar jadi alasan supaya saya kembali lagi ke tempat ini. Karena pada setiap liburan, harus ada sesuatu yang disisakan dan belum ternikmati sempurna. Supaya ada rasa penasaran dan akhirnya balik lagi ke tempat ini. 

Adzan Maghrib, saya pun diantar pulang ke penginapan oleh Pak Hasmin. Tapi sebelumnya, saya mampir dulu di restaurant yang menjual makanan Padang, tapi dikombinasikan dengan citarasa Belitung. Nah lo, penasaran kan?

Restaurantnya sederhana, tapi dekorasinya menarik. Terletak tak jauh dari Jalan Dipati Endek (sebelah Warung Kopi Kong Djie), dan merupakan salah satu pusat gaul anak muda di Tanjung Pandan. Saya memesan makanan sederhana juga, sambel terong dengan Sate ikan. Kata si ibu penjualnya sih sate ikan ini merupakan menu favorit. Ini penampakannya :

Sate Ikan, perpaduan Masakan Padang dengan Bumbu Belitung
Sesampainya di penginapan, saya coba buka makanan yang saya beli. Khas Nasi Padang, dibungkus dan banyak sambal disitu. Tapi sambalnya tak terlalu pedas, dan rasanya lezat. Si Sate ikan ini juga ternyata dibungkus daun jati. Bentuknya seperti otak-otak kalau menurut saya. Rasanya...OMG, super lezat. Rasa Ikannya sangat terasa, dan bumbunya menyatu sempurna sehingga tidak menyisakan rasa amis. Duh...nyesel deh tadi belinya cuma satu. Buat anda yang ke Belitung, highly recommended deh nyoba menu yang satu ini. Hanya dengan Rp. 21.000 rupiah, saya sudah dapat satu porsi makanan dan satu botol air mineral 600ml. Nggak mahal kan?

Bersambung....
Day 2 - Menyapa Belitung Timur



8 comments:

  1. mantap ini, kalo berkunjung ke blitung..... maju terus wisata blitung

    ReplyDelete
  2. Salam kenal,Bisa kirim rincian biaya selama di belitung ke alamat email jumratul.akbar09@gmail.com

    ReplyDelete
  3. Kalo ada yg ingin backpaker ke belitung , ajak saya ya di 085319740557

    ReplyDelete
  4. Saya akan bacpacker ke Belitung 8 Januari, yang mau gabung bisa kontak saya di novitri.setyowati@gmail.com :)

    ReplyDelete
  5. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete